Senin , 08 Aug 2016, 09:41 WIB

Alumni ITB 81 Populerkan Geo Culture Trek di Lembang

Red: Dwi Murdaningsih
Tempatwisatabandung.info.
Gunung Batu Lembang
Gunung Batu Lembang

REPUBLIKA.CO.ID, LEMBANG – Sedikitnya 380 Alumni ITB Bandung tahun 81 menjajal sekaligus memperkenalkan jalur trek baru yang cukup sensasional, Sabtu (6/8). Namanya, Geo Culture Trek. Situs ini berjarak 2,7 kilometer di Gunung Batu, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Bandung.

“Ini adalah salah satu dari komitmen kami berbuat sesuatu untuk pariwisata,” kata Arlan Septia, Ketua Alumni ITB 81 di Lawangwangi Café, Lembang.

Arlan menyebut, lokasi trekking ini cukup menantang, medannya naik turun menyusuri perbukitan. Ini bisa menjadi destinasi wisata petualangan keluarga yang seru. Udara paginya sejuk dan khas Bandung. “Setelah trekking dilanjut dengan aktivitas seni budaya, pameran, dan mendongeng buat anak-anak. Kini saatnya kami memperbanyak amal, menimbun pahala, membantu pariwisata,” kata Arlan Septia.

Rute yang dilalui dari Gunung Batu menuju Desa Seni Cilanguk, dilanjutkan ke Vilatel Salse dan Warung Salse di Jalan Dago Giri, Desa Mekarwangi, dan berakhir di Lawangwangi. Tak ada yang mengeluh. Semuanya happy di tengah kesejukan udara di kawasan perbukitan itu. Jalur trekking ini akan menjadi tempat olahraga petualangan yang keren dan menyehatkan.

Menteri Pariwisata Arief Yahya yang kebetulan Alumni Teknik Elektro ITB 80 itu menyambut positif gerakan para adik kelasnya itu. Dia bercerita soal rumus ECE dalam Sustainable Tourism Development (STD), yang pas untuk menggambarkan Geoculture Trek yang mereka gagas dan populerkan itu. “Dalam STD itu ada 3 hal penting, saya biasa menyingkat ECE, Environment, Community, Economic Value. Kalau Environment tentu sudah banyak ahlinya di sini, makanya membuat istilah Geo Culture Trek itu. Saya tidak perlu bicara lagi,” kata Arief Yahya.

Begitu juga community, yang menurut Arief Yahya sudah dilakukan dengan pameran dan seni budaya di Lawangwangi itu. Tinggal Economic Value yang masih belum berkembang dengan baik. “Yale dan Harvard University di Amerika Serikat itu, alumnya mengumpulkan dana abadi atau Professional Endowment Fund dari para alumninya. Sekarang sudah 40 miliar dolar AS, atau dua kalinya value PT Telkom dengan 30 ribu tenaga kerja yang pernah saya pimpin itu,” katanya.

Membantu pariwisata? Kata Arief Yahya itu sudah sangat tepat! Karena pariwisata itu adalah penghasil PDB, Devisa dan Tenaga Kerja paling murah dan paling mudah. Kalau ingin mendedikasikan untuk membangun ekonomi negeri, pariwisatalah tempatnya.

“Saya biasa menggunakan 3S (Size, Sustainable, Spread), untuk menentukan portofolio industri itu menarik dikembangkan atau tidak? Masuk dalam kategori sun set industri atau sun rise industri? Untuk Size, ini bicara soal PDB atau Produc Domestic Bruto. Tahun ini PDB Pariwisata Indonesia dalam kategori jumlah, terbesar di ASEAN, sebesar 82 miliar dolar AS. Jarang-jarang kita bagus di kategori yang bagus,” ungkapnya.

Kedua, Sustainability itu terkait dengan growth. Dia menyebut pariwisata itu tumbuh paling tinggi dari semua industri, dibandingkan dengan pertanian maupun manufaktur. Dari sisi investasi, pariwisata juga paling memberi dampak lanjutan yang paling besar. Investasi 1 juta dolar AS di sektor pariwisata, dampak terhadap pada PDB-nya 1,7 juta dolar AS, atau naik 170 persen.

Jadi, kelak kalau Pariwisata hebat, dan sudah berhasil mengambil alih penyumbang devisa terbesar di Indonesia, maka Arief Yahya mengusalkan kategori industri juga perlu diubah. Bukan lagi antara Migas dan Non Migas, tetapi antara Pariwisata dan Non Pariwisata!

baca juga: Festival Rapa'i Jadi Jalan Aceh Rebut Best Halal Destination 2016