Selasa 27 Nov 2018 08:33 WIB

Kiblat Masjid Gedhe Yogyakarta Miring

Arah kiblat di Yogyakarta menurut KH Ahmad Dahlan melenceng ke Afrika bukan ke Makkah

Rep: Andrian Saputra/ Red: Karta Raharja Ucu
Masjid Gede Yogyakarta di Yogyakarta.
Foto: Karta Raharja Ucu/Republika
Masjid Gede Yogyakarta di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Ide-ide pembaharuan Kiai Ahmad Dahlan memang mulanya mendapat penolakan dari masyarakat utamanya di Kauman, Yoyakarta. Ia pun sempat disebut sebagai kiai kafir lantaran ide-ide pembaharuan yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya saat itu. Salah satu ide yang menjadi kontroversi adalah tentang arah kiblat.

Kiai Ahmad Dahlan yang diangkat Keraton Yogyakarta sebagai khatib amin menilai arah kiblat masjid dan mushala di Yogyakarta tidak tepat dan perlu diubah. Menurut pria yang memiliki nama asli Muhammad Darwis itu, arah kiblat miring beberapa derajat. Sehingga semua arah shalat di masjid dan mushala Yogyakarta saat itu bukan mengarah ke Makkah, tetapi ke benua Afrika.

Baca Juga

Pendapat itu berisiko. Sebab, saat itu mempersoalkan arah kiblat merupakan sesuatu yang sangat sensitif.

Karenanya, Kiai Ahmad Dahlan pun tak buru-buru mengambil keputusan. Ia mengedepankan dialog dengan mengundang 17 ulama terkemuka di Yogyakarta untuk musyawarah tentah arah kiblat.

Musyawarah mengenai arah kiblat pun berlangsung. Pro kontra dalam pembahasan arah kiblat pun terjadi. Kendati demikian, musyawarah tersebut belum membuahkan hasil.

“Ahmad Dahlan membawa masalah arah kiblat tersebut ke Kepala Penghulu Keraton yang waktu itu dijabat oleh KH Muhammad Chalil Kamaludiningrat. Tapi pak penggulu tak juga memberi restu,” tulis Mohammad Herry dalam Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20.

Sementara itu beberapa orang yang sepakat dengan ide Kiai Ahmad Dahlan membuat garis putih di pengimaman Masjid Gedhe Kauman, tujuannya untuk meluruskan arah kiblat masjid itu. Hal itu pun membuat heboh jamaah. Setelah kejadian itu, Ahmad Dahlan pun diberhentikan sebagai khatib di Masjid Agung Yogyakarta.

Kiai Ahmad Dahlan kemudian merealisasikan ijtihad tentang arah kiblat di surau milik keluarganya. Ia merenovasi surau milik keluarganya itu sehingga arahnya sesuai dengan arah kiblat yang dimaksudnya.

Setelah digunakan beberapa hari, Ahmad Dahlan mendapat perintah dari Penghulu Keraton untuk membongkar surau tersebut. Terlebih arah surau milik Ahmad Dahlan berbeda dengan majid agung. Karena tak juga dibongkar, pada satu malam beberapa warga yang menolak surau milik Ahmad Dahlan membongkar paksa bangunan itu.

“Akhirnya surau tersebut dibongkar secara paksa pada malam hari itu juga, walaupun diliput persaan kecewa, ahmad dahlan membangun kembali surau tersebut sesuai dengan arah masjid besar kauman setelah berhasil dibujuk oleh saudaranya, sementara arah kiblat yang sebenarnya ditandai dengan membuat garis petunjuk di bagian dalam masjid,” dalam buku Satu Abad Muhammadiyah yang diterbitkan Majelis Dklitbang dan LPI PP Muhammadiyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement