Selasa 06 Feb 2018 15:09 WIB

Sumatra Barat, Gudangnya Tokoh Nasional dan Pers

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Karta Raharja Ucu
Rosihan Anwar
Foto: Antara
Rosihan Anwar

REPUBLIKA.CO.ID, Bicara Sumatra Barat, kita akan terbayang dengan sejumlah lokasi wisata yang memiliki pemandangan rancak. Sebut saja Jam Gadang, Ngarai Sianok, dan Danau Maninjau. Selain kaya wisata alam, Sumbar juga terkenal dengan aneka kuliner yang menggoda lidah. Sejumlah lagu daerah Kampuang Nan Jauah Di Mato, Ayam Den Lapeh, dan Kambanglah Bungo pun cukup familier di telinga.

Namun, Sumbar tidak hanya terkenal dengan lokasi wisata dan seni budayanya. Dari sana, juga terlahir sosok-sosok yang menjadi tokoh bangsa Indonesia. Pelaku sejarah yang berpengaruh pada masa kemerdekaan dan pascakemerdekaan Indonesia yang berasal dari Sumbar juga cukup banyak.

Suka atau tidak, tokoh-tokoh yang kini dikenal, mulai dari yang berideologi kanan ataupun kiri, lahir atau berdarah Sumbar. Haji Agus Salim, pemimpin kedua organisasi Sarekat Islam dan salah satu dari sembilan orang panitia BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945. Ia lahir di Sumbar pada 8 Oktober 1885. Tan Malaka, penulis buku Madilog dan salah satu pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI), partai yang kini dilarang di Indonesia. Ia lahir di Suliki, Sumbar, pada 2 Juni 1897.

Insan pers sekaliber Djamaludin Adinegoro, Mochtar Lubis, Rosihan Anwar, hingga Roehana Koeddoes juga berkampung halaman di Sumbar. Nama yang pertama disebutkan kini dijadikan sebagai nama penghargaan paling bergengsi di dunia junalistik, yaitu Anugerah Adinegoro.

Mochar Lubis, beberapa kali harus keluar-masuk penjara karena tulisannya. Surat kabar yang dibentuknya, Harian Indonesia Raya, dianggap sebagai salah satu surat kabar yang sangat keras mengkritik pemerintahan Bung Karno. Pada era Orde Baru, akhirnya surat kabar tersebut diberangus pada 1974 dan Mochtar dipenjara.

Rosihan Anwar, tokoh pers berjuluk wartawan tiga zaman. Ia hidup di era perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia hingga era reformasi. Banyak penghargaan yang ia dapat, di antaranya Piagam Penghargaan Pena Emas PWI Pusat pada 1979. Lelaki yang lahir pada 10 Mei 1922 ini wafat di Jakarta pada 14 April 2011.

Roehana Koeddoes, pendiri surat kabar wanita pertama di negeri ini. Surat kabar bernama Soenting Melayoe ia dirikan pada 10 Juli 1912. Sejak kecil, ia memang dikenal gemar menulis dan membaca. Kesungguhannya memajukan pendidikan kaum wanita membuat Roehana mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Jasa Utama pada 2007 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement