Ahad 10 Apr 2016 07:00 WIB

Menelusuri Jaringan Yahudi di Indonesia

Freemason
Foto: wordpress.com
Freemason

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Israel yang mendapat dukungan AS juga mempergunakan senjata-sernjata pemusnah massal yang dinyatakan terlarang oleh konvensi Jenewa. Amerika Serikat yang kini makin terus terang membela Israel, menolak gencatan senjata dan menghendaki penyerbuan sekutunya itu ke Lebanon tanpa menghiraukan berapapun korban jiwa. Sementara, pakar hukum dari sebuah universitas ternama di AS tidak menyebutkan serangan Israel itu sebagai kejahatan perang.

Itulah sikap negara imperialis yang mengklaim kampiun hak azasi manusia (HAM). HAM memang milik mereka, bukan milik kita.

PBB pun dibuat tak berkutik melihat kekejamaan di luar perikemanusiaan itu. Bung Karno pernah menyatakan PBB nyata-nyata menguntungkan Israel dan merugikan negara-negara Arab. Pernyataan itu dikemukakan saat Indonesia keluar dari organisasi dunia tersebut.

Konon, warga Yahudi sudah sejak kolonial Belanda banyak berdiam di Indonesia, khususnya di Jakarta. Pada abad ke-19 dan 20 serta menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah Yahudi yang membuka toko-toko di Noordwijk (kini Jalan Juanda) dan Risjwijk (Jalan Veteran) —dua kawasan elite di Batavia kala itu— seperti Olislaeger, Goldenberg, Jacobson van den Berg, Ezekiel & Sons dan Goodwordh Company.

Mereka hanya sejumlah kecil dari pengusaha Yahudi yang pernah meraih sukses. Mereka adalah pedagang-pedagang tangguh yang menjual berlian, emas dan intan, perak, jam tangan, kaca mata dan berbagai komoditas lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement