Selasa 10 Oct 2023 09:51 WIB

Harga Minyak Mentah Melonjak, Saham Energi Ikut Terkerek

Saham ADRO lompat lebih dari dua persen, MEDC menyusul dengan naik 1,69 persen.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Fuji Pratiwi
Karyawan beraktivitas di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Karyawan beraktivitas di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik yang terjadi di Timur Tengah membuat harga minyak kembali melonjak naik. Harga minyak mentah naik lebih dari empat seiring konflik Israel-Hamas yang telah memasuki hari ketiga.

Harga saham-saham emiten berbasis energi pun terkerek naik dalam beberapa waktu terakhir. Selasa (10/10/2023) pagi ini, harga saham ADRO melompat lebih dari dua persen, kemudian MEDC menyusul dengan kenaikan 1,69 persen. 

Baca Juga

Bangkitnya saham energi turut membawa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat. IHSG dibuka naik ke level 6.891,45 dan kembali menembus level psikologis 6.900. 

"Indeks saham di Asia pagi ini dibuka menguat mengikuti pergerakan indeks saham utama di Wall Street semalam yang ditutup naik di tengah semakin intensifnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah," kata Phillip Sekuritas Indonesia. 

Phillip Sekuritas Indonesia melihat harga minyak masih berpotensi mengalami kenaikan. Jika negara-negara barat secara resmi menghubungkan keterlibatan dinas intelijen Iran dengan serangan Hamas, maka pasokan minyak dari Iran akan menghadapi risiko embargo.

Ekspor minyak dari Iran sudah terbatas sejak mantan Presiden AS, Donald Trump, pada 2018 keluar dari kesepakatan nuklir dengan Iran dan menjatuhkan kembali sanksi yang bertujuan mengurangi pendapatan dari ekspor migas Iran.  

Di sisi lain, Phillip Sekuritas Indonesia melihat investor khawatir konflik Timur Tengah menambah besar risiko yang dihadapi pasar, di samping perang Rusia-Ukraina, kenaikan suku bunga, dan kekhawatiran inflasi.

Investor juga mencermati komentar dari dua pejabat tinggi bank sentral AS, Federal Reserve. Federal Reserve mungkin akan mempertahankan suku bunga acuan pada pertemuan kebijakan di awal November.

Lonjakan imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS (US Treasury Note) telah membuat pinjaman lebih mahal dan dapat mendinginkan inflasi tanpa tindakan lebih lanjut. Pelaku pasar melihat 86 persen peluang Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga bulan depan, naik tajam dari 72,9 persen peluang pada Jumat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement