Ahad 11 Jun 2023 01:30 WIB

Sistem Distribusi Konten-Konten Pemerintah Dinilai Masih Lemah

Guru Besar Unair sebut sistem distribusi konten-konten pemerintah masih lemah.

Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa, Widodo Muktiyo. Guru Besar Unair sebut sistem distribusi konten-konten pemerintah masih lemah.
Foto: Istimewa
Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa, Widodo Muktiyo. Guru Besar Unair sebut sistem distribusi konten-konten pemerintah masih lemah.

REPUBLIKA.CO.ID, SURAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika saat ini sedang menyusun sistem komunikasi publik nasional. Naskah akademik dari regulasi tersebut akan segera dibahas dan deselesaikan untuk menjadi peraturan presiden. Hal tersebut dikemukakan oleh Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa, Widodo Muktiyo dalam Focus Group Discussion (FGD) Peran Kehumasan dalam Membangun Komunikasi Publik yang diselenggarakan pada Jumat (9/9/2023) di Hotel Alila, Surakarta.

Dikatakan Widodo, dalam merumuskan sebuah regulasi dalam komunikasi, harus memperhatikan sejauh mana melihat sebuah pesan komunikasi dalam frame kehumasan. Hal ini menurutnya menjadi pegangan yang diperlukan dalam merumuskan regulasi komunikasi.

“Ini sesuai dengan fungsi Kominfo sebagai regulator agar komunikasi pemerintah di jagad virtual khususnya bisa terkelola dengan baik,” ujarnya.

Lebih lanjut dalam diskusi, Widodo juga menyampaikan bahwa ada hal yang harus diperbaiki dan ditinjau kembali terkait kehumasan pemerintah. Apalagi dikatakannya jika ditinjau dari kompleksitasnya, tentu stakeholder humas pemerintah sangat kompleks yakni sebuah bangsa.

“Komunikasi kita maknai sebagai oksigen tenaga yang akan berjalan mengalir ke semua stakeholder bangsa ini. Maka target humas dalam arti sesungguhnya adalah untuk mempercepat interaksi dan komunikasi antarsemua stakeholder,” jelasnya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), Henri Subiakto, menyampaikan bahwa problem utama komunikasi publik pemerintah adalah tidak ada yang mendistribusikan konten-konten yang bagus dari pemerintah. Menurutnya distribusi konten pemerintah masih lemah. 

Oleh karenanya dalam diskusi tersebut, Henri mengusulkan agar humas pemerintah sudah seharusnya memanfaatkan teknologi blockchain dalam meningkatkan partisipasi masyarakat.

“Siapa yang nge-like, siapa yang nge-share itu terekam dalam teknologi blockchain, kontennya banyak orang yang terlibat akan memperoleh reward berupa token. Maka ini akan membawa partisipasi,” ujar Henri.

Di sisi lain, Guru Besar Universitas Sebelas Maret Surakarta, Pawito, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi tersebut menyampaikan bahwa problematika penyelenggaraan komunikasi publik di Indonesia adalah menurunnya tingkat kepercayaan publik atau defisit kepercayaan yang dapat berdampak serius seperti timbulnya sikap apatis serta penilaian negatif oleh publik.

“Saya berkeyakinan bahwa setiap lembaga pemerintahan bisa saja mengalami penurunan kepercayaan publik. Kalau dibiarkan bisa berkembang menjadi krisis kepercayaan publik. Oleh karena itu monitoring menjadi hal penting supaya dapat segera diupayakan perbaikan secepat mungkin apabila ada gejala penurunan kepercayaan,” pungkas Pawito.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement