Senin 29 May 2023 22:25 WIB

Kiai Cholil Ingatkan Masjid Jangan Jadi Arena Politik Praktis

Para dai diajak untuk tetap jaga kemajemukan RI.

Rep: Zahrotul Oktaviani / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi ceramah di masjid, Para dai hendaknya tidak menggunakan masjid untuk politik praktis.
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Ilustrasi ceramah di masjid, Para dai hendaknya tidak menggunakan masjid untuk politik praktis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH M Cholil Nafis menekankan pentingnya para dai dan pengurus masjid dapat menjaga ukhuwah umat di tahun politik. 

Dia mengingatkan agar masjid tidak digunakan sebagai arena politik praktis. "Para dai dan DKM hendaknya dapat menjadikan masjid sebagai pusat penyatuan umat di tahun politik ini, mengingat biasanya di tahun-tahun politik banyak pihak yang ingin mencari suaranya di masjid, bahkan tak jarang ada calon tertentu yang rajin ke masjid menjelang pemilu dan saat tidak jadi tidak pernah ke masjid lagi," ujar dia dalam keterangan kepada Republika.co.id, Senin (29/5/2023). 

Baca Juga

Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan silaturahim yang digelar Komisi Dakwah MUI Kota Bandung, bekerjasama dengan Universitas Pasundan (Unpas). Silaturahim bersama Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dan Dai se-Bandung Raya ini berlangsung di Gedung Rektorat Universitas Pasundan Bandung. 

Kegiatan itu mengangkat tema “Urgensi Peran Dai dan Dewan Kemakmuran Masjid dalam Menjaga Ukhuwwah di Tahun Politik”. Dalam paparannya, Kiai Cholil menjelaskan perbedaan antara politik identitas dan identitas politik.

Dia menyebut jika yang dimaksud identitas politik, itu boleh. Warga masyarakat boleh memilih pemimpin berdasarkan identitas yang melekat kepadanya, apakah karena satu daerah, satu agama, atau satu kepentingan.

“Yang terpenting tidak memandang orang di luar dirinya itu sebagai musuh atau sampai menghukumi dengan hukum tertentu, misal munafik, kafir dan lain sebagainya. Atau sikap-sikap yang merasa paling benar sendiri," lanjut dia. 

Namun, jika yang terjadi adalah politik identitas, hal ini disebut dilarang. Alasannya, politik identitas adalah sebuah terminologi tentang aktivitas politik yang eksklusif, yaitu memilih preferensi politik berdasar suku, ras, dan agama dengan memandang preferensi pilihan politik di luar itu salah dan dia cenderung memusuhinya. 

Baca juga: Mualaf Lourdes Loyola, Sersan Amerika yang Seluruh Keluarga Intinya Ikut Masuk Islam

Lebih lanjut, Kiai Cholil mengajak umat Islam hendaknya tidak abstain atau golput saat pemilu karena hal itu dapat membahayakan bangsa. Umat Islam hendaknya menjadikan pemilu ini sebagai ajang untuk memilih pemimpin, bukan mencari musuh atau bahkan membuat permusuhan. 

Berdasarkan pengalaman Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019, dia menyebut menjelang pemilu digelar terjadi kerawanan sosial. Kondisi ini terjadi akibat terjadinya politik yang memecah belah umat dan mengakibatkan polarisasi dari sisi agama, ras, suku, antargolongan, dan lain-lain. 

“Politik yang dapat memecah belah umat sangat membahayakan persatuan dan kesatuan NKRI, sebagai negara yang majemuk dan dapat merusak prinsip Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Kiai Cholil. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ نِكَاحًا حَتّٰى يُغْنِيَهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ ۗوَالَّذِيْنَ يَبْتَغُوْنَ الْكِتٰبَ مِمَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوْهُمْ اِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرًا وَّاٰتُوْهُمْ مِّنْ مَّالِ اللّٰهِ الَّذِيْٓ اٰتٰىكُمْ ۗوَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيٰتِكُمْ عَلَى الْبِغَاۤءِ اِنْ اَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَمَنْ يُّكْرِهْهُّنَّ فَاِنَّ اللّٰهَ مِنْۢ بَعْدِ اِكْرَاهِهِنَّ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.

(QS. An-Nur ayat 33)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement