Kamis 25 May 2023 12:59 WIB

KPU Persilakan Aturan yang Bisa Kurangi Caleg Perempuan Digugat ke MA

KPU mengurungkan niat merevisi aturan itu setelah ditolak Komisi II DPR.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak memermasalahkan rencana Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mengajukan uji materi atas Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) ke Mahkamah Agung. Beleid tersebut hendak digugat karena salah satu pasalnya berpotensi mengurangi jumlah caleg perempuan.

"Uji materi terhadap peraturan yang diterbitkan lembaga merupakan hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh undang-undang," kata Komisioner KPU Idham Holik kepada wartawan, Kamis (25/5/2023).

Baca Juga

Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, sebuah koalisi yang terdiri atas puluhan organisasi masyarakat sipil, sebelumnya menyatakan akan segera mengajukan uji materi atas Pasal 8 ayat 2 PKPU 10/2023 ke MA. Pasal tersebut mengatur cara menghitung kuota minimal caleg perempuan 30 persen.

Pasal itu menyatakan bahwa apabila penghitung kuota 30 persen menghasilkan dua angka di belakang koma tak mencapai 50, maka dilakukan pembulatan ke bawah. Problemnya, pendekatan pembulatan ke bawah itu ternyata dapat membuat jumlah bakal caleg perempuan tidak sampai 30 persen per partai di setiap daerah pemilihan (dapil) sebagaimana diamanatkan UU Pemilu.

Sebagai contoh, di sebuah dapil terdapat 4 kursi anggota dewan dan partai politik hendak mengajukan bakal caleg dengan jumlah maksimal, yakni 4 orang. Dengan penghitungan murni 30 persen, berarti partai politik harus mengajukan 1,2 orang bakal caleg perempuan.

Lantaran ada ketentuan pembulatan ke bawah, partai akhirnya hanya wajib mendaftarkan 1 caleg perempuan. Padahal, 1 caleg perempuan dari 4 caleg persentasenya adalah 25 persen, bukan 30 persen.

Berdasarkan simulasi yang dibuat koalisi sipil, pendekatan pembulatan ke bawah itu dapat mengurangi jumlah bakal caleg DPR RI perempuan hingga 684 orang. Sedangkan pada level DPRD provinsi dan kabupaten/kota dapat mengurangi jumlah bakal caleg wanita hingga ribuan orang di seluruh Indonesia.

KPU sebelumnya sempat menyatakan bersedia merevisi pasal tersebut menjadi pembulatan ke atas, sebagaimana desakan koalisi sipil. Belakangan, KPU mengurungkan niatnya usai rencana revisi tersebut ditolak oleh Komisi II DPR RI.

Karena itu lah Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan hendak menempuh jalur hukum demi membatalkan pasal tersebut. Perwakilan koalisi, Titi Anggraini, mengatakan, pihaknya kini sedang memersiapkan berkas-berkas untuk mengajukan gugatan uji materi tersebut.

Titi mengatakan, gugatan akan dilayangkan dalam waktu dekat. Sebab, UU Pemilu mengatur bahwa gugatan paling lambat harus diajukan 30 hari kerja sejak PKPU diundangkan. Adapun PKPU 10/2023 itu diundangkan pada 18 April, sehingga gugatan paling lambat bisa diajukan pada 6 Juni 2023.

"Pengajuan uji materi bisa terkejar sebelum deadline. Sebab, materi relatif sudah siap. Kami tinggal finalisasi saja," ujar Titi yang merupakan Dosen Hukum Pemilu di Universitas Indonesia itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement