Sabtu 20 May 2023 18:54 WIB

Tim-Tim Italia yang Mulai Menggigit di Kompetisi Eropa

Tiga tim Italia lolos ke final tiga kompetisi Eropa.

Para pemain Inter Milan merayakan keberhasilan melangkah ke final Liga Champions setelah menyingkirkan AC Milan di semifinal.
Foto: EPA-EFE/MATTEO BAZZI
Para pemain Inter Milan merayakan keberhasilan melangkah ke final Liga Champions setelah menyingkirkan AC Milan di semifinal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga tim Italia, yakni Inter Milan, AS Roma, dan ACF Fiorentina dipastikan melaju ke babak final tiga kompetisi Eropa yaitu Liga Champions, Liga Europa, dan Liga Konferensi Eropa. Inter Milan bakal menghadapi Manchester City di final Liga Champions (11/6). Lalu AS Roma akan menantang tim langganan juara Liga Europa Sevilla (1/6/2023). Sementara Fiorentina berambisi merengkuh trofi Liga Konferensi dengan menjamu West Ham United (8/6/2023).

Tim-tim Italia ompong di Eropa lebih dari satu dekade sejak Inter Milan juara Liga Champions pada musim 2010 pada era kepelatihan Jose Mourinho. Tak sekadar berjaya di Eropa, Inter digdaya di kompetisi lokal sehingga mencatatkan treble pada tahun itu.

Baca Juga

Di Liga Europa, tim asal Italia seolah hanya sekedar berkontestasi dan jauh dari kata garang setelah terakhir kali piala kasta kedua Liga Eropa itu tiba di Italia tahun 2000 yang dibawa oleh Parma. Meski dibilang seumur jagung, Liga Konferensi merupakan kompetisi kasta ketiga Eropa yang trofinya diboyong menuju ibu kota Italia oleh AS Roma-nya Jose Mourinho pada musim lalu.

Klub Italia telah kehilangan pamor seusai menjadi liga teratas dunia pada dekade 1980 hingga 1990-an. Ketika itu, tim-tim Italia seperti AC Milan, Napoli, Juventus, Inter Milan hingga Parma nbergantian mengangkat trofi Eropa.

Namun memasuki masa milenium, lambat laun klub Italia tak sehebat dulu lagi. Selain ditinggal bintang-bintang dunia seperti Michael Platini, Ruud Gullit, Marco Van Basten, Frank Rijkard, Ronaldo da Lima dan Zinedine Zidane, Liga Italia menuai sejumlah persoalan yang pelik.

Krisis finansial yang menerpa negara Italia pada tahun 2000 menjadi pemantik dari ompongnya kompetisi Liga Italia. Salah satu imbasnya melanda Fiorentina yang pada tahun 2002 mengalami krisis finansial dan harus turun ke Serie B dan berganti nama klub.

Imbas dari krisis finansial juga menyebabkan klub-klub Italia mengubah kebijakan transfer mereka dengan mendatangkan pemain-pemain berusia lanjut atau melakukan peminjaman pemain.

Puncaknya terjadi di tahun 2006, meski tim nasional Italia mampu menjadi juara Piala Dunia, prestasi tersebut tak dapat menutupi salah satu skandal terbesar dalam sejarah sepak bola, yaitu kasus Calciopoli yang menyeret dua nama klub besar Juventus dan AC Milan.

Skandal itu menyebabkan Juventus terdegradasi ke Serie B dan dicopot gelar juara Serie A musim 2005/2006. Hingga beberapa tahun, efek domino dari sejumlah kasus itu masih belum terasa dari segi prestasi klub di kancah Eropa. Terbukti AC Milan masih mampu menjuarai Liga Champions di musim 2006/2007 dan Inter Milan di musim 2009/2010.

Namun, kegarangan klub Italia terasa hilang di kompetisi Eropa seusai musim 2009/2010 setelah klub-klub tak menampakkan geliat mendatangkan pemain bintang meski ditinggal nama-nama sekaliber Paolo Maldini, Javier Zanetti dan Alessandro Del Piero yang memutuskan pensiun.

Tak hadirnya bintang besar tu disebabkan klub-klub Italia tak mampu memberikan standar gaji tinggi yang diinginkan oleh pemain maupun pelatih yang dalam era itu bisa mereka peroleh dari tim-tim top Premier League maupun LaLiga.

Praktis hanya Juventus yang memang mendominasi di liga selama sembilan tahun sejak 2011 hingga 2019. Si NyonyaTua juga mampu mencapai panggung final Liga Champions pada musim 2015 dan 2017.

Tapi Si Nyonya Tua begitu ompong untuk melawan dua klub raksasa Spanyol Barcelona dan Real Madrid yang berada dalam performa terbaik dengan dua megabintang mereka Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement