Kamis 11 May 2023 19:54 WIB

Kalender Islam Global, Falakiyah NU: Di Dalam Negeri Saja Awal Puasa Berbeda

PBNU tidak setuju kalender Islam global jika artinya menyatukan waktu ibadah.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Rukyat Hilal atau pengamatan hilal Awal Syawal 1444 yang digelar Fakultas Syariah Universitas Islam Bandung (Unisba) bekerjasama dengan bagian Ruhul Islam dan Pengelolaan Masjid Unisba, BMKG, dan Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, di Observatorium Albiruni Fakultas Syariah Unisba, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Kamis (20/4/2023). Kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan teropong manual dan digital computerize. Namun pengamatan hilal tidak dapat diselesaikan hingga tuntas akibat cuaca buruk, awan tebal dan hujan deras. Kalender Islam Global, PBNU: Di Dalam Negeri Saja Awal Puasa Berbeda
Foto: Edi Yusuf/Republika
Rukyat Hilal atau pengamatan hilal Awal Syawal 1444 yang digelar Fakultas Syariah Universitas Islam Bandung (Unisba) bekerjasama dengan bagian Ruhul Islam dan Pengelolaan Masjid Unisba, BMKG, dan Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, di Observatorium Albiruni Fakultas Syariah Unisba, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Kamis (20/4/2023). Kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan teropong manual dan digital computerize. Namun pengamatan hilal tidak dapat diselesaikan hingga tuntas akibat cuaca buruk, awan tebal dan hujan deras. Kalender Islam Global, PBNU: Di Dalam Negeri Saja Awal Puasa Berbeda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Falakiyah PBNU KH Sirril Wafa menilai pembentukan kalender Islam global akan sulit terwujud di Indonesia. Baiknya, sebelum menyamakan di tingkat internasional, kata dia, lebih baik samakan terlebih dahulu di tingkat nasional.

 

Baca Juga

"Buatlah isu atau ide yang sekiranya membawa maslahat dimulai dari scope kecil menuju yang besar. Kalau scope yang kecil saja tidak kunjung bersatu, bagaimana bisa melompat terlalu jauh," kata Kiai Wafa kepada Republika.co.id, Kamis (11/5/2023).

"Namun, jika ide semacam ini diselesaikan dulu di tingkat lokal atau nasional, saya kira akan lebih baik prosesnya. Soal nanti akhirnya disepakati atau tidak, itu urusan lain," katanya.

Kiai Wafa menuturkan dalam beberapa muktamar yang digelar PBNU, gagasan menyamakan kalender Islam ini tidak menjadi pilihan dan ditolak. Karena menurutnya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum menyamakan atau membuat kalender Islam global.

"Misalnya yang namanya global ya diterima seluruh negara yang berpenduduk Muslim. Siapa yang bisa menjamin seluruh negara mematuhinya, siapa yang menjadi dirigennya yang dijamin akan diikuti oleh semuanya," kata Kiai Wafa.

 

Dia menambahkan, sebuah konsep yang akan diterapkan secara global harus disiapkan segala infrastrukturnya secara komprehensif. "Kalau yang ditawarkan hanya sebatas hasil yang dibayangkan, menurut saya, masih terlalu jauh dari jangkauan. Di dalam negeri saja awal puasa atau berlebaran bisa terjadi lebih dari tiga hari berturut-turut. Ini cukup menjadi ironi," ujarnya.

Karena itu, ia secara pribadi menyatakan, jika yang dimaksudkan pembentukan kalender Islam global adalah seperti menyatukan waktu ibadah, misalnya awal puasa Ramadhan serentak sama di seluruh dunia, ia menyatakan belum setuju.

"Kalau yang dimaksud penyatuan waktu ibadah, misalnya awal puasa Ramadhan serentak sama seluruh dunia, sampai saat ini kami

belum bisa menerima. Selain hasil bahasan dalam beberapa muktamar NU, masalah tersebut tidak menjadi pilihan dan ditolak, juga secara teknis belum terpenuhi beberapa prasyarat yang harusnya tersedia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement