Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Utih Amartiwi

Hikmah dari Fenomena Gerhana dan Halo Matahari di Kota Pekanbaru

Edukasi | Sunday, 23 Apr 2023, 13:03 WIB
Halo Matahari terjadi bersamaan dengan Gerhana Matahari (Dokumentasi Penulis)
Halo Matahari terjadi bersamaan dengan Gerhana Matahari (Dokumentasi Penulis)

Ada yang menarik dari fenomena gerhana matahari di wilayah kota Pekanbaru pada hari Kamis, 20 April 2023. Gerhana matahari yang terlihat pada pukul 9.46 hingga 11.58 WIB ini memang hanya tertutup maksimal 13% pada pukul 10.47 WIB. Namun, ia menunjukkan keindahan yang lainnya. Sebuah lingkaran pelangi menghiasi sekeliling matahari sejak pukul 9.40 WIB. Fenomena ini disebut sebagai “Halo Matahari”.

“Halo Matahari” adalah suatu fenomena optis yang terbentuk dari pembiasan cahaya matahari oleh awan sirus yang cukup tinggi. Karena tinggi, awan ini memiliki partikel yang sangat dingin hingga membentuk kristal es. Partikel inilah yang membiaskan cahaya matahari, memecahnya ke dalam beberapa warna, dan memantulkan ke arah tertentu sehingga membentuk cincin yang indah di sekitarnya. Sama seperti pelangi, “halo matahari” tidak menandakan apa-apa melainkan fenomena alam yang keindahannya bisa kita nikmati.

Momentum Edukasi dan Literasi Sains di Masyarakat

Gerhana matahari hibrida yang terjadi di Indonesia pada tanggal 20 April 2023 ini menjadi momentum bagi lembaga dan komunitas sains untuk mengedukasi masyarakat seputar astronomi, khususnya anak-anak. Akun media sosial mereka dipenuhi konten ajakan untuk memahami dan mengamati fenomena gerhana unik ini. Selain itu, karena mayoritas masyarakat Indonesia menganut agama Islam, para para ulama dan dai juga turut melakukan edukasi yang disisipkan pada khutbah sholat gerhana.

Penulis sendiri melakukan edukasi di sekitar masjid Al-Muttaqin di Jl. Limbungan, Rumbai Timur, Pekanbaru. Masyarakat terlihat antusias menggunakan kacamata khusus gerhana untuk mengamati fenomena gerhana saat menjelang dan sesudah sholat gerhana. Disini penulis juga menekankan pada anak-anak perlunya sikap skeptis. Mereka diajarkan untuk memastikan bahwa gerhana benar terjadi lewat pengamatan dengan kacamata khusus sehingga pelaksanaan sholat gerhana bukan sekedar mengikuti orang tuanya tetapi dengan penuh kesadaran bahwa memang terjadi fenomena alam yang merupakan tanda-tanda kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa ini. Dalam khutbahnya, khatib juga mengajarkan beberapa ayat yang bisa ditadabburi dengan adanya fenomena ini.

Masyarakat mengamati gerhana dengan kacamata matahari yang dibagikan penulis
Masyarakat mengamati gerhana dengan kacamata matahari yang dibagikan penulis

Tadabbur Ayat

Banyaknya awan yang menggumpal di pagi hari pada awalnya membuat masyarakat khawatir jika gerhana tidak terlihat. Namun, Allah SWT justru menyapa dengan fenomena “Halo Matahari”. Rangkaian awan yang semakin tinggi menyimpan kristal es yang membiaskan cahaya sehingga membentuk cincin pelangi yang indah. Hal ini sama seperti masalah yang kita hadapi. Terkadang kita merasa masalah itu adalah halangan, ternyata itu adalah skenario terindah dari sang Maha Penyayang. Keberadaan awan yang mengandung kristal es ini sudah Allah SWT tulis dalam firmanNya :

“Tidakkah engkau melihat bahwa sesungguhnya Allah mengarahkan awan secara perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu menjadikannya bertumpuk-tumpuk. Maka, engkau melihat hujan keluar dari celah-celahnya. Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung ” (QS An-Nur: 43)

Fenomena gelap di siang hari saat terjadinya gerhana seolah menunjukkan malam berusaha mendahului siang. Padahal, Allah SWT berfirman :

“Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS Yasin: 40)

Jawabannya ada pada syariat sholat gerhana. Rasulullah SAW mengajarkan sholat gerhana dengan kekhususan 2 ruku’ dalam 1 raka’at. Jika kita perhatikan, 1 ruku’ menunjukkan sudut 90ᵒ. Sehingga, 2 ruku’ = 180ᵒ yang merupakan garis lurus. Ini adalah isyarat bahwa gerhana bukanlah fenomena bulan mendahului matahari, tetapi matahari, bulan, dan bumi berada pada garis lurus.

Pada ayat lainnya Allah SWT berfirman:

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu, kecuali dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada kaum yang mengetahui.” (QS Yunus: 5)

Allah SWT menggunakan istilah yang berbeda antara matahari dan bulan, hal itu dikarenakan matahari memang bersinar (mengeluarkan cahaya), sementara bulan tidak. Bulan hanya memantulkan cahaya dari matahari. Itu pula salah satu yang ingin Allah SWT tunjukkan pada fenomena gerhana. Gelap di siang hari bukan karena malam mendahului siang, tetapi menunjukkan bahwa bulan tidak mengeluarkan cahaya sehingga matahari akan terlihat gelap saat tertutup oleh bulan.

Selain itu, di ayat tersebut Allah SWT menjelaskan bahwa bulan dan matahari akan tetap pada orbitnya. Sehingga, matahari dan bulan bisa digunakan untuk menunjukkan waktu. Padahal, matahari memiliki gaya gravitasi yang bisa saja menarik bulan dan bumi. Begitu pun bumi yang gaya gravitasinya bisa saja menarik bulan jatuh ke bumi. Namun, Allah SWT mengatur jarak antara bumi, bulan, dan matahari dengan sangat pas, sehingga bulan tetap berada pada orbitnya dan bumi tidak begitu panas. Allah SWT berfirman :

“(Dia juga) yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu tidak akan melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih ketidakseimbangan sedikit pun. Maka, lihatlah sekali lagi! Adakah kamu melihat yang tidak seimbang? Kemudian, lihatlah sekali lagi (dan) sekali lagi (untuk mencari cela dalam ciptaan Allah), niscaya pandanganmu akan kembali kepadamu dengan kecewa dan dalam keadaan letih (karena tidak menemukannya).” (QS Al-Mulk: 3-4)

Pada ayat ini Allah SWT juga menyebut diri-Nya Arrahman, Maha Penyayang. Allah SWT mengatur jarak antara matahari, bulan, dan bumi dengan jarak yang sangat tepat untuk kesetimbangan ketiganya sebagai bentuk kasih sayangnya untuk kita. Jarak yang pas ini membuat kita tetap bisa memanfaatkan energi matahari tanpa harus mati kepanasan. Jarak yang pas dengan bulan membuat kita dapat menikmati keindahan malam dan gerhana sehingga menimbulkan rasa ingin tahu yang mendalam untuk manusia mengembangkan ilmu pengetahuan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image