Sabtu 22 Apr 2023 17:21 WIB

Kenya Tawarkan Diri Jadi Mediator Konflik Sudan

Militer Sudan dan RSF menyepakati gencatan senjata 72 jam dalam rangka Idul Fitri.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Lida Puspaningtyas
Asap mengepul di atas kota selama pertempuran yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan setidaknya 200 kematian menurut asosiasi dokter. di Sudan.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Asap mengepul di atas kota selama pertempuran yang sedang berlangsung antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Khartoum, Sudan, (19/4/2023). Perebutan kekuasaan meletus sejak 15 April antara tentara Sudan yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan paramiliter dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengakibatkan setidaknya 200 kematian menurut asosiasi dokter. di Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Presiden Kenya William Ruto menawarkan diri untuk menjadi mediator dalam konflik Sudan. Dia menyebut, penawaran itu diajukan dalam semangat perdamaian dan solidaritas.

"Kami membuat tawaran ini (memediasi konflik Sudan) dalam semangat persaudaraan, perdamaian, serta solidaritas sebagai tempat netral yang dapat diterima, juga sebagai pemangku kepentingan yang terlibat dengan tantangan yang dihadapi kawasan kami," kata Ruto dalam sebuah pernyataan, Jumat (21/4/2023), dikutip Anadolu Agency.

Baca Juga

Dia mengatakan, solusi yang dinegosiasikan secara damai untuk konflik di Sudan dapat dicapai dan Kenya siap memberikan kontribusinya. Ruto mengundang para pihak yang bertikai di Sudan memanfaatkan kesempatan Kenya untuk menengahi proses perdamaian.

Pertempuran yang kini sedang berlangsung di Sudan melibatkan militer dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF). Konflik antara kedua pihak tersebut pecah pada 15 April lalu.

Militer Sudan dan RSF telah menyepakati gencatan senjata 72 jam dalam rangka perayaan Idul Fitri. Jeda pertempuran dimulai pada Jumat lalu, pukul 06:00 waktu setempat. Namun, laporan menyebut, kontak bersenjata masih terjadi di beberapa titik.

Menurut PBB, sejak pertempuran antara kedua belah pihak itu pecah pada 15 April lalu, lebih dari 410 orang telah tewas. Sementara korban luka melampaui 3.000 orang. Pertempuran antara militer Sudan dan kelompok RSF pecah ketika negara tersebut tengah berusaha melakukan transisi politik menuju demokrasi sipil, setelah ditumbangkannya rezim mantan presiden Omar al-Bashir oleh militer pada 2019.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement