Haedar Nashir Minta Polemik Soal Perbedaan Idul Fitri Dicukupkan

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Muhammad Hafil

Selasa 18 Apr 2023 20:00 WIB

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan paparan saat Sialturahim Jelang Idul Fitri 1444 di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (18/4/2023). Dalam konferensi pers ini dijelaskan tentang penggunaan metode Hisab pada penentuan Ramadhan serta Idul Fitri. Selain itu, juga membahas tentang larangan penggunaan lapangan untuk Shalat Ied pada Jumat (21/4/2023) di Pekalongan dan Sukabumi. Foto: Republika/Wihdan Hidayat Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan paparan saat Sialturahim Jelang Idul Fitri 1444 di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (18/4/2023). Dalam konferensi pers ini dijelaskan tentang penggunaan metode Hisab pada penentuan Ramadhan serta Idul Fitri. Selain itu, juga membahas tentang larangan penggunaan lapangan untuk Shalat Ied pada Jumat (21/4/2023) di Pekalongan dan Sukabumi.

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir angkat bicara soal polemik penolakan pelaksanaan Idul Fitri di sejumlah daerah. Ia meminta agar perdebatan soal perbedaan pelaksanaan sholat Idul Fitri disudahi.

"Pertama, perdebatan yang berkaitan dengan kemungkinan perbedaan Idul Fitri 21 April dan 22 April kami imbau untuk dicukupkan, lebih-lebih yang menyangkut debat kusir yang membuat kita saling menegasikan saling merendahkan, saling membenci bahkan menghina satu sama lain, bahkan mungkin juga saling bermusuhan," kata Haedar dalam konferensi pers di Kantor Pusat PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (18/4/2023).

Baca Juga

Haedar mempersilakan agar perdebatan keilmuan dibuka ruang seluas-luasnya. Ia mengingatkan, Islam merupakan agama yang cinta ilmu. "Dan ilmu tidak boleh dengan kekuasaan, siapapun dia. Ilmu harus terbuka," ujarnya.

Selain itu, ia juga berharap agar tokoh agama, tokoh islam, umat dan warga untuk saling toleran, dan saling menghargai menyikapi perbedaan yang ada. Selain itu yang tidak kalah penting adalah mengambil manfaat dan nilai luhur puasa di bulan Ramadhan dengan idul fitri serta rangkaian ibadah lainnya agar menjadi insan-insan yang lebih bertakwa.

Haedar juga mengimbau kepada kaum muslimim yang menyelenggarakan Idul Fitri 21 April agar tetap menghormati umat Islam yang masih berpuasa. Tidak boleh mentang-mentang sudah beridul fitri kurang menghargai yang masih puasa. 

"Dan tidak boleh membikin pernyataan-pernyataan yang justru mengganggu toleransi, sebaliknya juga kami harapkan untuk saling menghargai. Agar Idul Fitri di hari Jumat maupun Sabtu betul-betul juga menggambarkan kedewasaan dan kematangan umat," imbaunya.

"Terakhir bagi pejabat negara baik yang 21, 22 tunjukanlah kedua khazanah, kebijaksanaan, kearifan sebagai milik rakyat, milik semua golongan, insya Allah lokasi apapun jika dipakai untuk ibadah bahkan dua kali sekali pun di satu lokasi itu bahkan jadi berkah Allah," imbuhnya.