Senin 03 Apr 2023 13:38 WIB

Indonesia Targetkan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Hingga 31,89 Persen pada 2030

Penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia berada di atas target.

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: Fernan Rahadi
Sejumlah kendaraan melintas di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Kamis (14/7/2022). Transportasi menyumbang 47 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Ibu Kota sehingga perlu dilakukan pembatasan lalu lintas kendaraan guna mendukung langkah mitigasi perubahan iklim.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Sejumlah kendaraan melintas di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Kamis (14/7/2022). Transportasi menyumbang 47 persen emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Ibu Kota sehingga perlu dilakukan pembatasan lalu lintas kendaraan guna mendukung langkah mitigasi perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID,  SURABAYA -- Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Laksmi Dhewanthi mengungkapkan, pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca mencapai 31,89 persen pada 2030, dibanding kondisi Business as Usual (BaU) atau emisi ketika tidak melakukan apa-apa. Komitemen tersebut, kata Laksmi, dapat meningkat hingga 43,2 persen apabila mendapat dukungan dunia internasional.

"Komitemen ini merupakan komitmen tanpa syarat. Komitmen yang harus kita penuhi dengan upaya kita sendiri," kata Laksmi seusai membuka rapat kerja teknis pengendalian perubahan iklim regional Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara yang digelar di Hotel Santika Gubeng, Surabaya, Senin (3/4/2023).

Laksmi menjelaskan, Indonesia telah memulai upaya-upaya penurunan emisi gas rumah kaca sejak 2010, jauh sebelum dilakukannya penandatanganan Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim yang dilaksanakan pada 2016. Laksmi mengaku, berdasarkan hasil inventarisasi mulai 2010 hingga saat ini, penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia berada di atas target.

"Jadi kita masih berada dalam tren yang aman. Tetapi bukan berarti kita bisa lalai. Karena satu saja bencana alam, contohnya kalau ada kebakaran hutan akibat erupsi gunung merapi (bisa berubah)" ujarnya.

Laksmi menjelaskan, pengendalian perubahan iklim merupakan satu dari tiga tantangan yang saat ini dihadapi dunia. Tantangan lainnya adalah pencemaran lingkungan dan kerusakan keanekaragaman hayati. Laksmi pun menekankan pentingnya rapat kerja teknis yang digelar, sebagai upaya melahirkan solusi-solusi yang akan diterapkan dalam pengendalian perubahan iklim.

Laksmi menjelaskan, rapat kerja teknis regional Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara juga bertujuan untuk memperkokoh kolaborasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam implementasi atau penerapan Nationally Determined Contribution (NDC). NDC adalah dokumen komitmen dan terget penurunan emisi gas rumah kaca serta peningkatan ketahanan iklim, dua agenda utama dalam upaya pengendalian perubahan iklim.

Laksmi menekankan, pengendalian perubahan iklim tidak hanya urusan pemerintah pusat, dan membutuhkan upaya-upaya nyata di tinggat sub nasional, baik itu provinsi maupun kabupaten/ kota. Upaya-upaya yang dilakukan di tingkat sub nasional bahkan diakuinya menjadi kunci utama keberhasilan penurunan emisi gas rumah kaca dan peningkatan ketahanan iklim.

"Kami berharap rapat kerja teknis ini tidak hanya meningkatkan pengetahun dan pemahaman, tapi yang terpenting adalah bagaimana mempererat, memperkokoh kolaborasi dan sinergi untuk upaya-upaya pengendalian peruhan iklim yang lebih nyata," kata Laksmi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement