Mengapa Kewajiban Puasa untuk Umat Islam Ditetapkan pada Ramadhan?

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah

Senin 20 Mar 2023 06:05 WIB

Ilustrasi Ramadhan. Mengapa Kewajiban Puasa untuk Umat Islam Ditetapkan pada Ramadhan? Foto: Pixabay Ilustrasi Ramadhan. Mengapa Kewajiban Puasa untuk Umat Islam Ditetapkan pada Ramadhan?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tulisan sebelumnya telah dibahas tentang ibadah puasa yang ternyata telah ada dan dilaksanakan umat-umat terdahulu sebelum diutusnya nabi Muhammad SAW. Hanya saja tata cara dan jangka waktu pelaksanaan berbeda dengan puasa yang diperintahkan umat Islam.

Dalam Islam, puasa adalah rukun keempat dari rukun Islam. Syariat berpuasa  mulai diwajibkan pada pada tahun kedua Hijriyah.

Baca Juga

Artinya, Rasulullah SAW berpuasa Ramadhan selama sembilan kali dalam hidupnya. Terkait istilah Ramadhan, nama bulan itu telah dikenal sejak dahulu yang biasanya bertepatan dengan cuaca yang panas. Ibnu Manzhur memaknainya dari kata ramadh karena seorang yang berpuasa berpengaruh pada hawa kerongkongannya dikarenakan dahaga.  

 

Pertanyaan yang sering mengemuka adalah mengapa kewajiban puasa di bulan Ramadhan. Apa relasi keduanya?

Pakar tafsir Alquran yang juga Pengasuh Pesantren Pasca Tahfidz Bayt al-Qur’an -PSQ Jakarta KH. Syahrullah Iskandar mengatakan alasan mengapa diwajibkannya umat Muslim berpuasa pada Ramadhan karena pada bulan tersebut Allah SWT menurunkan Alquran Al Karim. 

 

"Ramadhan adalah bulan turunnya Alquran yang menjadi hidayah penerang dalam hidup manusia. Berpuasa di setiap hari di bulan Ramadhan adalah penghormatan terhadap turunnya kitab suci samawi terakhir tersebut. Bulan Ramadhan ini menghimpun aneka kebaikan dan berkah yang akan menghiasi hidup manusia, tidak hanya di bulan Ramadhan tetapi berbulan-bulan setelahnya," kata kiai Syahrullah kepada Republika.co.id beberapa hari lalu. 

 

Dia menjelaskan puasa baru diwajibkan setelah hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah karena penanaman keyakinan (credo) di periode Makkiyah telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Kiai Syahrullah menilai hal tersebut terdapat korelasi dengan  permulaan ayat 183 surat Al Baqarah.

Pada ayat tersebut ada kalimat ya ayuhalladzina amanu yang berarti wahai orang-orang yang beriman. Kiai Syahrullah menjelaskan seorang yang beriman akan senang hati menerima dan melaksanakan pembebanan (taklif) dari Allah SWT meski mengandung kesukaran. 

Menyebut penerimaan seperti ini sebagai kontrak keimanan (al-ta’aqud al-imani). Atas dasar itulah, orang beriman menjadi subjek pelaksanaan perintah puasa, karena akan terasa berat bagi orang yang tidak beriman untuk menerima dan melaksanakannya.

Pelaksanaan puasa bagi seseorang akan meningkatkan derajat ketaqwaan (la’allakum tattaqun). Puasa menyiapkan diri meraih ketaqwaan karena berpuasa membatasi dan mengendalikan syahwat. 

 

"Puasa menghindarkan dari sifat buruk karena upaya menahan (imsak) meliputi dimensi jasad dan rohani. Itulah korelasinya dengan hadits puasa itu perisai (as-shiyam junnah). Huruf alif-lam pada kata al-shiyam di QS. al-Baqarah/2: 183 adalah lil-‘ahdi al-dzihni (sesuatu yang telah dikenali sebelumnya)," katanya.

Baca juga: Puasa Juga Wajib Atas Umat Terdahulu Sebelum Nabi Muhammad SAW, Bagaimana Puasa Mereka?