Rabu 15 Mar 2023 17:34 WIB

Penerapan KUHP Baru Dinilai Perlu Perubahan Pola Pikir

Wakil Menkumham sebut penerapan KUHP yang baru perlu perubahan pola pikir.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej. Edward sebut penerapan KUHP yang baru perlu perubahan pola pikir.
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej. Edward sebut penerapan KUHP yang baru perlu perubahan pola pikir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej gencar menyebarluaskan pemahaman mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru ke berbagai daerah Indonesia. Sebab ia mengakui perlu perubahan pola pikir masyarakat dalam penerapan KUHP Baru.

"Apa tantangan setelah KUHP baru (disahkan)? Pertama adalah merubah mindset masyarakat Indonesia," kata pria yang akrab disapa Prof Eddy dalam Kumham Goes to Campus 2023 di Universitas Muhammadiyah Bengkulu pada Rabu (15/3) sore. 

Baca Juga

Prof Eddy mengamati perilaku masyarakat Indonesia ketika berhadapan dengan hukum sebagai korban. Pada saat itu, masyarakat cenderung mendukung "balas dendam" agar pelaku dihukum berat. 

"Mengapa harus merubah? Terus terang saja kalau sedang berurusan dengan hukum, lakukan kejahatan pasti di benak korban agar pelaku ditahan seberat-beratnya," ujar Prof Eddy. 

Padahal, menurut Prof Eddy, pola pikir seperti itu merupakan paradigma lama hukum.  "Artinya kita semua kedepankan pidana sebagai sarana balas dendam, hukum balas dendam, berdasarkan keadilan retributif," lanjut Prof Eddy. 

Prof Eddy berprinsip bahwa semangat KUHP Baru menempatkan pemidanaan sebagai upaya terakhir merupakan jalan terbaik. Adapun Pemerintah punya waktu tiga tahun untuk mensosialisasikan KUHP Baru sebelum resmi berlaku.  

"Jadi selama tiga tahun harus diubah mindset masyarakat agar hukum pidana sebagai sarana paling akhir untuk menegakkan hukum kalau parameter lain tidak berfungsi," ucap Prof Eddy. 

Prof Eddy juga mengungkapkan perkembangan hukum modern yang patut diterapkan di Tanah Air. Ia meyakini hukum pidana kini mesti memberi porsi lebih luas bagi pemulihan korban. 

"Makanya orientasi keadilan korektif pelaku dipidana sekaligus memperbaiki. KUHP menganut keadilan rehabilitatif dan restoratif. Merujuk keadilan restoratif, korban kejahatan tidak cuma dipulihkan tapi juga direhabilitasi," ujar Guru Besar Hukum dari UGM itu. 

Diketahui, perubahan paradigma hukum modern yang berlaku universal difasilitasi dalam KUHP Baru. Hukum pidana kini dipandang lebih luas tak sekedar sebagai sarana balas dendam atau keadilan retributif karena mengarah pada orientasi keadilan korektif, restoratif, rehabilitatif.

Keadilan korektif menekankan pelaku dalam konteks ini dikenakan pidana untuk koreksi kesalahan atas perlakuannya. Sedangkan restorative justice ditujukan kepada korban untuk memulihkan keadaan.

Indonesia akhirnya memiliki KUHP sendiri. Pengesahan beleid ini dilakukan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (6/12/2022). Ini merupakan momentum bersejarah bagi dunia hukum di Indonesia.

Karena sejak merdeka pada 1945 hingga sebelum pengesahan ini, Indonesia masih menggunakan KUHP produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia-Belanda. KUHP yang sebelumnya digunakan di tanah nusantara telah berlaku sejak 1918 atau telah berusia 104 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement