Jumat 10 Mar 2023 16:54 WIB

Pro dan Kontra Relokasi Depo Pertamina Plumpang

Buffer zone yang seharusnya kosong dan tanah Pertamina tapi bisa dihuni warga.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Lida Puspaningtyas
Kementerian BUMN masih terus melakukan investigasi terkait penyebab kebakaran di Depo Plumpang, Jakarta Utara.
Foto: Republika/Fakhtar Khairon Lubis
Kementerian BUMN masih terus melakukan investigasi terkait penyebab kebakaran di Depo Plumpang, Jakarta Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasca kebakaran yang mengakibatkan 19 tewas dan setidaknya 49 korban luka, penanganan Depo Pertamina di Plumpang masih menuai pro dan kontra. Ada yang menyarankan revitalisasi, ada pula yang mengusulkan dilaksanakan relokasi.

Anggota Komisi VII DPR RI, Syaikhul Islam, menyatakan ketidaksetujuan terhadap rencana pemindahan Depo Pertamina di Plumpang. Ia merasa, rencana itu sangat tidak realistis dan membutuhkan waktu serta biaya yang tidak pula sedikit.

Baca Juga

"Relokasi Depo Pertamina Plumpang sangat tidak realistis, membutuhkan waktu dan biaya yang besar bahkan terkesan lebih kental nuansa politiknya," kata Syaikhul, Jumat (10/3/2023).

Ia berharap, pemerintah mengambil langkah yang lebih tepat dalam menyelesaikan permasalahan. Salah satunya terus meningkatkan pengelolaan manajemen resiko Pertamina. Ia menilai, pemindahan tidak menjamin insiden serupa tidak terulang.

Apalagi, bila Pertamina tidak meningkatkan standar operasional prosedur (SOP) ke manajemen resiko dalam setiap proses maupun tahapan kerja. Ia meminta Pertamina belajar dari kecelakaan kerja sebelumnya yang menewaskan empat warga Balongan.

"Saat ini membuat zona penyangga (buffer zone) di lokasi Depo Pertamina Plumpang merupakan opsi paling konkret yang bisa dilakukan dan membebaskan lahan masyarakat sampai jarak aman," ujar Syaikhul.

Namun, Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade merasa, usulan untuk memindahkan Depo Plumpang ke Newport Priok Pelindo pilihan yang tepat. Sebab, di tanah milik Pelindo itu Pertamina tidak perlu investasi tanah, cukup bersinergi ke Pelindo.

"Cukup melakukan penyewaan di tanah milik Pelindo, sehingga Pertamina bisa membangun asetnya, membangun depo baru di tanah milik Pelindo tersebut," kata Andre.

Selain itu, Pertamina tidak perlu melakukan investasi tanah dan dengan melakukan pemindahan otomatis wilayahnya menjadi jauh lebih aman. Andre mengungkapkan, Komisi VI sendiri sudah memberi peringatan ke Pertamina sejak dua tahun terakhir.

Peringatan itu terkait pemeliharaan yang seharusnya lebih intensif terhadap depo dan kilang-kilang Pertamina mengingat usianya yang sudah tua. Walaupun Depo di Plumpang pernah mendapat penghargaan, harus diingat soal usia yang sudah tua.

Yang mana, sudah dibangun dan dioperasikan 1974 yang tentu saja memiliki resiko resiko. Salah satu permasalahan yang dialami Depo Pertamina Plumpang tidak lain berkaitan dengan buffer zone yang tidak dapat dijaga dengan baik selama ini.

Permasalahannya memang Pertamina tidak bisa menjaga aset, sehingga buffer zone yang seharusnya kosong dan tanah Pertamina tapi bisa dihuni warga. Bukan hanya salah Pertamina, ia melihat, juga salah pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

"Yang menurut saya tidak mampu membantu Pertamina menjaga asetnya," ujar Andre.

Untuk itu, ia mengusulkan agar keberadaan Depo Pertamina di Plumpang ini dapat dikaji dan dicarikan solusi terbaik. Sejak Sabtu pekan lalu, Andre sendiri sudah mengusulkan pemerintah dan Pertamina agar Depo Pertamina ini dikaji kembali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement