Jumat 10 Mar 2023 15:05 WIB

Selamat Tinggal Google, Pelajar Cina Lebih Suka Pakai ChatGPT untuk Kerjakan PR

ChatGPT telah memicu demam teknologi kecerdasan buatan secara global.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani / Red: Natalia Endah Hapsari
Chat GPT lebih disukai para pelajar Cina karena mampu membantu mempercepat penyelesaian PR/ilustrasi.
Foto: frontdreams.com
Chat GPT lebih disukai para pelajar Cina karena mampu membantu mempercepat penyelesaian PR/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING—Anak-anak sekolah Cina beralih ke bot kecerdasan buatan (AI) ChatGPT untuk memangkas waktu pekerjaan rumah (PR) mereka. Anak-anak tersebut melompati “Great Firewall” negara itu untuk menulis laporan buku dan meningkatkan keterampilan bahasa mereka.

Dengan kemampuannya menghasilkan esai, puisi, dan kode pemrograman kelas A dalam hitungan detik, ChatGPT telah memicu demam teknologi kecerdasan buatan (AI) di seluruh dunia. Namun hal itu juga menimbulkan kekhawatiran dari para guru. Yakni, khawatir atas kemungkinan kecurangan dan plagiarisme.

Baca Juga

Di Cina, tempat layanan tidak tersedia tanpa jaringan pribadi virtual (VPN), lebih dari selusin siswa mengatakan kepada AFP bahwa mereka telah menggunakan ChatGPT untuk menulis esai, memecahkan masalah sains dan matematika, dan menghasilkan kode komputer.

Esther Chen (11 tahun) berkata bahwa ChatGPT telah membantu mengurangi separuh waktu belajarnya di rumah, sementara saudara perempuannya Nicole menggunakannya untuk belajar bahasa Inggris. Chen, yang menghadiri sekolah kompetitif di kota besar selatan Shenzhen, mengatakan dia menghabiskan empat hingga lima jam setiap hari untuk mengerjakan pekerjaan rumah.

Chen bercerita ibunya akan begadang sampai dia menyelesaikan semua pekerjaan rumah dan mereka berdua akan terus bertengkar. “Sekarang, ChatGPT membantu saya melakukan penelitian dengan cepat,” ujar Chen, dilansir dari Malay Mail.

Kemudian, beberapa siswa menuturkan kepada AFP bahwa mereka telah membeli nomor telepon asing secara daring atau menggunakan VPN untuk melewati batasan dan mengakses ChatGPT.

Media Negeri Tirai Bambu tersebut bulan lalu melaporkan perusahaan teknologi besar telah diperintahkan untuk memutus akses ke ChatGPT di platform mereka untuk memutus akses ke ChatGPT di platform mereka, dan media pemerintah mengecamnya sebagai alat untuk menyebarkan “propaganda politik asing”. Perusahaan teknologi besar tersebut termasuk induk WeChat Tencent dan saingannya Ant Group.

Tapi ibu Esther Chen, Wang Jingjing, mengatakan dia tidak khawatir. Wang mengungkapkan mereka telah menggunakan VPN selama bertahun-tahun.

“Gadis-gadis itu didorong untuk membaca secara luas dari berbagai sumber,” kata Wang kepada AFP. Wang menambahkan dia lebih khawatir tentang plagiarisme dan terus mengawasi putrinya.

Sementara itu, Chen bersikeras dia tidak membuat chatbot melakukan pekerjaan untuknya. Pendapat Chen mengarah ke tugas baru-baru ini. Yaitu, Chen harus menyelesaikan laporan buku tentang novel Hold up the Sky oleh Liu Cixin, seorang penulis fiksi ilmiah Cina yang terkenal secara global.

Chen mengaku tidak punya waktu untuk menyelesaikan buku tersebut dengan jadwal mingguan yang dijejali latihan piano, renang, catur, dan senam ritmik. Sebagai gantinya, Chen meminta ChatGPT untuk memberinya ringkasan dan paragraf tentang karakter serta tema utama. Dia kemudian menulis laporan dari sana. ‘Ini mengurangi tekanan’.

Siswa juga menggunakan ChatGPT untuk melewati industri persiapan ujian bahasa Inggris yang menguntungkan di Cina, di mana pelamar belajar ribuan kata dengan hafalan bersama tutor sebelum ujian yang diperlukan untuk masuk ke perguruan tinggi di Amerika Serikat (AS), Inggris Raya, atau Australia. “Saya tidak menghafal daftar kata atau seluruh percakapan,” kata Stella Zhang (17 tahun) kepada AFP.

Jadi, daripada menghabiskan hingga 600 yuan atau Rp 1,3 juta per jam, Zhang keluar dan sekarang belajar melalui percakapan dengan chatbot. “Ini mengurangi tekanan ... Ini juga menawarkan umpan balik instan pada esai saya, dan saya dapat mengirimkan versi yang berbeda,” katanya.

Thomas Lau, seorang konselor penerimaan perguruan tinggi di kota timur Suzhou, mengatakan lebih dari dua lusin siswa yang bekerja dengannya telah keluar dari sekolah yang menjejalkan bahasa. Mereka memilih untuk mempersiapkan diri dengan ChatGPT.

Namun, alat tersebut telah menimbulkan masalah baru. Lau memeriksa semua pernyataan pribadi dan materi aplikasi lainnya yang ditulis oleh siswa melalui perangkat lunak untuk mendeteksi, apakah bagian-bagiannya telah ditulis menggunakan AI. “Banyak yang gagal dalam ujian,” ujar Lau.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement