Jumat 03 Mar 2023 07:40 WIB

Isu Penundaan Pemilu 2024, Dradjad: Percepat Putusan Inkract MA dan MK

Keputusan hukum tentang pemilu berdampak besar pada ketatanegaraan.

Ketua Dewan Pakar PAN, Dradjad Wibowo meminta agar persoalan putusan gugatan partai PRIMA harus segera inkracht.
Foto: Istimewa
Ketua Dewan Pakar PAN, Dradjad Wibowo meminta agar persoalan putusan gugatan partai PRIMA harus segera inkracht.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad Wibowo, menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA). Pihak Mahkamah Agung (MA) dan Mahkalmah Konstitusi (MK) juga harus  memastikan agar keputusan hukum tetap (inkracht) dapat segera dilakukan.

"Saya bukan ahli hukum. Jadi saya tidak kompeten mengomentari substansi judisial dari keputusan PN Jakpus terhadap gugatan partai Prima tersebut,” kata Dradjad, Jumat (3/3/2023). 

Meski begitu, menurut Dradjad, sejak tahun 1999-an, termasuk ketika menjadi anggota DPR 2004-09, salah satu isu yang Dradjad perjuangkan adalah penegakan hukum yang adil dan ketaatan semua pihak kepada hukum. Itu salah satu pilar kunci jika ingin Indonesia menjadi negara maju.

Karena itulah Dradjad meminta MA dan MK memastikan agar keputusan hukum tetap (inkracht) dapat sesegera mungkin ditetapkan dalam kasus ini. “Setelah ada keputusan inkracht  saya berharap semua pihak, termasuk semua Kementerian/Lembaga, menaatinya,” ungkap politikus senior ini. 

Baca juga : PN Jakpus Putuskan Tunda Pemilu, Begini Sikap PDIP

Kenapa harus cepat? Menurut Dradjad, karena keputusan hukum tentang pemilu ini memiliki dampak ketatanegaraan yang sangat besar. Dan jika banyak pihak tidak menahan diri, bisa saja timbul kegaduhan poleksosbud hankam yang kontra produktif. “Jadi kecepatan keputusan inkracht sangatlah penting,” ungkap Dradjad.

Ekonom Indef ini juga menyarankan KPU segera banding dan memaksimalkan upaya hukum mereka. Ia melarang KPU mengikuti saran emosional beberapa pihak  yang meminta tidak mematuhi atau membangkang keputusan pengadilan.

Menurutnya, KPU jangan bersikap seperti Kemenkeu. Kemenkeu dilaporkan oleh Ombudsman ke Presiden dan DPR karena tidak menjalankan keputusan pengadilan yang inkracht. "Tidak bisa Kementarian/Lembaga mana pun bertindak seolah-olah di atas hukum. Itu sangat merusak kepercayaan rakyat kepada hukum,” kata dia.

Baca juga : Tunda Pemilu, Mantan Ketua MK Pertanyakan Kompetensi Hakim PN Jakpus

Mengenai alasan MK jaga perlu bersiap, menurut Dradjad karena ia menduga proses hukumnya bukan tidak mungkin masuk ke MK juga. Apalagi, sebagian pihak sudah merujuk Pasal 22E ayat 1 UUD NRI yang berbunyi: “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.”

Tafsir dan keputusan MK terhadap frasa “setiap lima tahun sekali” menjadi amat sangat penting sekali.  “Karena itu saya tidak mau ikut berspekulasi macam-macam, termasuk tentang pengadilan dan komunitas intelijen. Saya lebih memilih mendorong adanya keputusan inkracht dari MA dan MK sesegera mungkin,” papar Dradjad.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement