Rabu 15 Feb 2023 13:32 WIB

Hakim Agung Nonaktif Sudrajad Dimyati Didakwa Terima Suap 80 Ribu Dolar Singapura

Suap diterima Sudrajad terkait penanganan perkara KSP Intidana di MA.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Andri Saubani
Sidang perdana kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung dengan terdakwa Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (15/2/2023).
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Sidang perdana kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung dengan terdakwa Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (15/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sidang perdana kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (65 tahun) digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (15/2/2023). Ia didakwa jaksa penuntut umum (JPU) KPK telah menerima suap 80 ribu dolar Singapura untuk kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. 

JPU KPK Wawan Yunarwanto mendakwa Sudrajad Dimyati bersama panitera pengganti Elly Tri Pangestuti dan dua orang kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie kurun waktu Maret hingga Juni tahun 2022 menerima suap sebesar 200 ribu dolar Singapura. Uang itu diperoleh dari pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno serta debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma. 

Baca Juga

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, menerima hadiah atau janji berupa uang seluruhnya sejumlah 200 ribu dolar Singapura dari Theodorus Yosep Parera, Eko Suparno, Heryanto Tanak dan Ivan Dwi Kusuma padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujarnya saat membacakan dakwaan di hadapan majelis hakim. 

Ia mengatakan, uang tersebut diberikan untuk memengaruhi terdakwa yang memeriksa dan mengadili perkara nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 agar perkaranya dikabulkan. Lebih jauh, Wawan menguraikan bahwa KSP Intidana mengalami permasalahan yaitu deposan tidak terpenuhi hak-haknya serta KSP Intidana tidak memenuhi putusan perdamaian. 

Ia melanjutkan, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma selaku deposan KSP Intidana berkonsultasi kepada Yosep Parera yang selanjutnya menjadi kuasa hukum. Mereka pun mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga pada PN Semarang untuk pembatalan putusan perdamaian namun ditolak. 

Wawan mengatakan, mereka pun mengajukan kasasi yang akhirnya dikabulkan. Yosep Parera menyarankan agar pengurusan perkara dilakukan melalui Desy Yustria dengan menyediakan sejumlah uang. 

Ia menuturkan Desy Yustria pun menyampaikan kepada terdakwa melalui Muhajir Habibie agar permohonan perkara dikabulkan. Uang sebesar 200 ribu dolar Singapura disiapkan para pemohon perkara untuk penanganan perkara tersebut. 

Wawan mengatakan Muhajir Habibie menghubungi Elly Tri Pangestuti agar terdakwa mengurus perkara dan telah disiapkan sejumlah uang. Setelah mendapatkan keterangan dari Elly, terdakwa mengaku akan mengabulkan perkara tersebut. 

Setelah putusan dikabulkan, ia mengatakan uang sebesar 200 ribu dolar Singapura yang dipegang Muhajir diberikan kepada Desy Yustria sebesar 25 ribu dolar Singapura. Sedangkan sisanya 175 ribu dolar Singapura dipegang oleh Muhajir. 

"Pada tanggal 2 Juni 2022 sekitar jam 16.30 Wib bertempat di Lantai 11 Gedung Mahkamah Agung RI, Elly Tri Pangestuti menerima uang yang menjadi bagian terdakwa dan Elly dari Muhajir yang dimasukan dalam goodie bag warna pink berisi dua amplop yaitu satu amplop berisi 80 ribu dolar Singapura untuk terdakwa dan 10 ribu dolar Singapura untuk Elly," katanya. 

Wawan mengatakan perbuatan terdakwa dijerat pasal 12 huruf c Jo. Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

Dalam dakwaan kedua, jaksa mendakwa Sudrajad Dimyati menerima hadiah diduga hadiah diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa pemberian uang diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili perkara kasasi Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022. 

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

Firman Wijaya, kuasa hukum Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati tidak akan mengajukan eksepsi atas dakwaan yang telah dibacakan JPU KPK pada sidang online perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (15/2/2023). Mereka pun meminta jaksa dapat menghadirkan terdakwa secara langsung di ruang persidangan. 

"Kami ingin kepada substansi saja, karena kami melihat tadi misalnya representasi, ini apa kata representasi, bagi kami ya termasuk pak Sudrajat belum jelas, itu akan menjadi sasaran pembuktian kita salah satu kelemahan dalam surat dakwaan walaupun akan kami uji dalam pemeriksaan saksi," ujarnya seusai persidangan, Rabu. 

Ia pun meminta agar kliennya dapat dihadirkan secara langsung di persidangan. Sebab, persidangan secara online dirasakan kurang optimal bagi keperluan kuasa hukum. 

Firman Wijaya pun menyoroti kesalahan penulisan nama kliennya dalam surat dakwaan. Saat membacakan dakwaan, ia mengatakan jaksa menyebut nama kliennya Sudrajat Dimyati sedangkan pada lainnya menyebut Sudrajad Dimyati. 

 

photo
Hakim dan Pejabat Pengadilan terjerat KPK sejak 2015 - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement