Rabu 01 Feb 2023 15:49 WIB

Indeks Korupsi Merosot, Peneliti Pukat: Ini Tamparan untuk Kita Semua

Pemerintah, DPR, KPK, MA, dan lembaga negara lain dinilai tak becus tangani korupsi.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti-korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar menilai kemelorotan Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada 2022 adalah ketidakbecusan semua pihak. Data terbaru CPI dunia untuk Indonesia turun empat poin menjadi 34 dari sebelumnya 38 pada 2021.

"Poin kita memang sedang buruk, saya kira itu disebabkan karena ketidakbecusan negara secara keseluruhan, kita bicara soal Pemerintah, DPR, Mahkamah Agung, dan lembaga-lemabaga negara termasuk KPK," ujar Zainal ketika dihubungi Republika pada Rabu (1/2/2023).

Baca Juga

"Sebenarnya itu tamparan yang harus dijawab dengan baik oleh kita semua," ujarnya menambahkan.

CPI Indonesia 2022 mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pda 180 negara dan teritori. Poin dimulai dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.

Menurut Zainal, penurunan CPI Indonesia ada di hampir semua bidang. Seperti ekonomi, demokrasi, aturan hukum dan penegakannya. "Artinya di bagian-bagian itu semisal ekonomi, demokrasi, rule of law, perbaikan penegakan hukum itu buruknya semuanya menurun hanya ada beberapa yang naik, dan itu hanya beberapa poin saja," ucap dia.

Zainal mengatakan, tidak ada langkah pragmatis untuk membasmi tingkat korupsi di Indonesia yang menjadi negara ke 110 dari 180 CPI dunia. Menurutnya, semua bidang harus ditekan secara baik.

"Saya kira gak ada langkah pragmatis. Semua harus ditekan secara baik dari demkokrasi harus diperbaiki, penegakan hukum harus dikuatkan, perbaikan aparat penegak hukum pelayanan publik semua harus dikerjakan, karena di semua angka itu kan kita berantakan," ujarnya.

"Perlu kerja bersama juga khususnya KPK," katanya menambahkan.

CPI Indonesia menunjukkan bahwa terdapat tiga data yang mendorong penurunan poin yaitu Political Risk Service International Country Risk Guide. Hal ini merujuk pda korupsi dalam sistem politik, pembayaran khusus dan suap ekspor impor dan hubungan mencurigakan antara politikus dan pebisnis. Angkanya turun menjadi 35 dari 48 pada 2021.

Sementara IMD World Competitiveness Yearbook atau suap dan korupsi dalam sistem politik turun lima poin dari 44 menjadi 39, serta indeks PERC Asia Risk Guide turun menjadi 29 dari 32. 

Tiga indeks yang stagnan adalah Global Insight Country Risk Ratings. Ini merujuk pada risiko individu/perusahaan dalam menghadapi praktik korupsi dan suap untuk menjalankan bisnis. Angkanya adalah 47. Sedangkan Bertelsmann Foundation Transformation Index atau pemberian hukuman pada pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangan dan pemerintah mengendalikan korupsi ada di skor 33.

Economist Intelligence Unit Country Ratings atau prosedur yang jelas dan akuntabilitas dana publik, penyalahgunaan pada sumber daya publik, profesionalisme aparatur sipil, audit independen tetap pada skor 37. Sementara dua indeks yang naik, yaitu World Justice Project Rule of Law Index yang berarti pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, kepolisian, dan militer menggunakan kewenangannya untuk keuntungan pribadi.

Skornya tersebut naik satu menjadi 24 dari 23, dan Varieties of Democracy atau kedalaman korupsi politik, korupsi politik di eksekutif, legislatif dan yudikatif, korupsi di birokrasi, korupsi besar dan kecil yang memengaruhi kebijakan publik yang naik dua poin menjadi 24 dari 22.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement