Selasa 31 Jan 2023 20:57 WIB

Jokowi Minta PSI tak Jadi Pengikut Partai Lain

Jokowi menilai PSI harus memiliki ciri khas tersendiri..

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo
Foto: tangkapan layar
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Partai Solidaritas Indonesia (PSI) agar memiliki ciri khasnya sendiri sehingga bisa berbeda dari partai-partai lainnya yang sudah ada. Jokowi mengingatkan agar PSI tidak menjadi follower dari partai lainnya, melainkan menjadi trendsetter.

“PSI harus memiliki diferensiasi kalau dibandingkan dengan partai-partai yang lain, jangan mengikuti mereka. Isunya jangan ngikuti mereka. Jangan menjadi follower tapi harus menjadi trendsetter-nya,” ujar Jokowi di perayaan HUT ke-8 Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Jakarta, Selasa (31/1).

Baca Juga

Menurut Jokowi, PSI harus bisa mengangkat isu yang lebih disukai oleh generasi muda masa kini. Sehingga bisa menarik minat dari para pemilih muda di pemilu 2024 nanti.

Ia mengatakan, terdapat sekitar 60 persen pemilih yang berusia antara 17-40 tahun saat pemilu nanti diselenggarakan. Peluang itupun harus bisa dimanfaatkan oleh PSI untuk meraih suara.

“Berapa sih pemilih yang berumur 17 sampai di bawah 40 (tahun). Ada 60 persen kurang sedikit. Itu anak-anak muda semuanya. Dan pasar segmen sebesar itu, itulah yang memang harus disasar dan didapatkan oleh PSI. Dan menurut saya, sangat cocok sekali dengan PSI,” kata Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu kemudian mencontohkan saat ikut bertarung di pilkada DKI Jakarta. Ia mengatakan, saat mengawali karir politiknya, dirinya bukanlah siapa-siapa.

“Ingat, saya ini bukan siapa-siapa, dari Solo ndeso, masuk ke Jakarta yang kota besar. Saya melihat saat itu ada peluang,” kata dia.

Namun Jokowi melihat adanya peluang untuk mengikuti pilkada DKI Jakarta. Salah satu strategi yang dilakukannya saat itu adalah menggunakan baju kotak-kotak saat berkampanye. Langkah itupun dinilainya berbeda dari pasangan calon lainnya yang selalu hanya mengenakan jas, dasi, dan juga peci.

“Saat itu, saya ingat menyiapkan dengan Pak Ahok itu baju kotak-kotak. Gak ada yang berani membuat tren seperti itu. Itu ada risikonya. Risikonya bisa kalah kalau keliru, tapi ternyata disambut oleh masyarakat, utamanya masyarakat muda,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement