Sabtu 28 Jan 2023 08:36 WIB

Ini Kejanggalan Kasus Penabrakan Mahasiswa UI Versi Keluarga

Polisi telah menetapkan korban mahasiswa UI sebagai tersangka.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Teguh Firmansyah
Garis Polisi (ilustrasi)
Foto: Antara/Arif Pribadi
Garis Polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penabrakan mahasiswa Universitas Indonesia oleh pensiunan polisi memicu kontroversi. Polisi telah menutup kasus ini dan meminta keluarga menempuh jalur hukum melalui praperadilan jika ingin menggugatnya. 

Polisi tetap bersikukuh, mahasiswa yang meninggal itu bersalah sehingga ditetapkan menjadi tersangka. Hasya, sebagai korban dianggap tak bisa mengendalikan motornya. 

Baca Juga

Namun Gita Paulina, kuasa hukum dari almarhum Muhammad Hasya Atallah, mahasiswa UI, mengungkap ada kelalaian petugas dalam kejadian itu. 

Menurut Gita, saat setelah dilindas, terduga pelaku tidak langsung berhenti sejak menabrak di lokasi.  “Makanya waktu itu kami mempertanyakan, kenapa tidak dites urine?” kata Gita kepada awak media di Iluni UI Salemba, Jakarta, Jumat (27/1).

Tak sampai di sana, terduga pelaku disebut juga tidak mau menolong Hasya untuk melarikan ke rumah sakit terdekat sesaat setelah kejadian. Sebaliknya, terduga purnawirawan polisi malah membiarkan salah satu saksi di lokasi untuk mencari ambulans ke tiga rumah sakit terdekat.

“Bahwa saat setelah kejadian, pelaku dimintai tolong untuk membawa Hasya ke RS tapi menolak dan tidak menunjukkan usaha untuk membantu. Akhirnya salah satu orang di TKP harus mencari ambulans ke tiga rumah sakit,” tutur dia.

Oleh sebab itu, pihak kuasa hukum dan keluarga merasa kecewa dan terus mempertanyakan hal tersebut. Dia menyebut, kepolisian sengaja tidak menggali fakta itu lebih dalam. “Kami tidak tahu pertimbangan aparat hukum,” ucapnya.

Ibunda almarhum Hasya, Ira, mengaku, sempat diundang pihak kepolisian di Subditgakkum pada awal Desember lalu. Dalam pertemuan dengan pihak kepolisian itu, kata dia, keluarga membawa lima kuasa hukum dari Iluni UI. “Tapi kami dipisahkan dan kami hanya berdua (suami-istri) dengan beberapa polisi,” kata Ira.

Dia menyebut, pihak kepolisian saat itu terpaksa memisahkan dirinya dan suami dengan kuasa hukum. Tak hanya itu, pihak kepolisian, kata Ira kepada awak media, juga mengunci pintu ruangan yang dimasuki dan tidak memperbolehkan kuasa hukum masuk.

“Saya tidak bilang diintimidasi, tapi seperti disidang. Saya pikir harus bawa lawyer saya. Saya bilang gamau ke toilet, saya mau keluar (dari ruangan)” katanya.

Ira, menolak untuk berdamai saat pertemuan dengan kepolisian dan beberapa petinggi polisi itu terjadi. Meski terduga penabrak lari, yang merupakan pensiunan polisi hadir di ruang terpisah, Ira dan Gita mengaku tidak sempat dipertemukan dengan terduga pelaku.

Sebelumnya seorang mahasiswa Universitas Indonesia bernama Muhammad Hasya Atallah diduga menjadi korban aksi penabrakan dari salah satu purnawirawan perwira Polri di kawasan Jakarta Selatan. Hasya tewas usai jadi korban tabrak lari tersebut.

Berdasarkan gambar yang diterima melalui sebuah pesan Whatsapp, Hasya tewas seketika usai ditabrak mobil pada 6 Oktober 2022, sekitar pukul 21.00 WIB. Dalam narasi foto tersebut, Hasya ditabrak oleh purnawirawan Polri AKBP (purn) Eko Setia Budi Wahono, menggunakan sebuah mobil sport merk Pajero. 

Polisi telah menggelar perkara kasus ini pada November 2022 lalu. Namun kasusnya justru dianggap selesai karena tersangka sudah meninggal.

 

  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement