Jumat 27 Jan 2023 17:42 WIB

DBS Proyeksikan BI akan Naikkan Suku Bunga Jadi 6 Persen

Ekonom DBS memperkirakan, suku bunga acuan BI akan kembali naik pada Februari 2023.

Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Ekonom Senior DBS Group Research Radhika Rao memperkirakan, suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate akan naik satu kali lagi pada Februari 2023 sebelum mencapai puncak menjadi 6 persen.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Ekonom Senior DBS Group Research Radhika Rao memperkirakan, suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate akan naik satu kali lagi pada Februari 2023 sebelum mencapai puncak menjadi 6 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior DBS Group Research Radhika Rao memperkirakan, suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate akan naik satu kali lagi pada Februari 2023 sebelum mencapai puncak menjadi 6 persen. Saat ini, suku bunga acuan BI berada pada tingkat 5,75 persen setelah BI kembali menaikkan 25 basis poin dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Januari 2023.

"DBS Group Research memperkirakan kenaikan suku bunga satu kali pada bulan ini dan satu lagi pada Februari 2023 sebelum mencapai puncak menjadi 6 persen, sesuai dengan jumlah kenaikan yang diharapkan dari bank sentral AS," kata Radhika dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (27/1/2023).

Baca Juga

Kondisi likuiditas dalam negeri kemungkinan tetap kondusif untuk Bank Indonesia mempertahankan sikap propertumbuhan meskipun tidak agresif seperti sebelumnya. Dengan inflasi yang telah melewati puncak dan bank sentral AS yang telah menghentikan siklus kenaikan suku bunga pada tahun ini, Indonesia tidak lagi berada dalam keadaan mendesak untuk menaikkan suku bunga secara agresif.

Meskipun demikian, nilai tukar rupiah yang turun 2,2 persen pada kuartal IV 2022 dan inflasi yang masih di atas target membuat BI memilih mempertahankan pengetatan secara bertahap. "Prioritas lain bank sentral adalah menarik likuiditas mata uang asing (foreign exchange) kembali ke sistem keuangan dalam negeri," ucapnya.

Pada Desember 2020 lalu, BI menguraikan rencana memperkenalkan instrumen moneter baru untuk menarik pendapatan dolar dari ekspor ke pasar dalam negeri dengan menawarkan imbal hasil yang kompetitif.

"Selain meningkatkan ketersediaan mata uang asing domestik, arus masuk itu akan mendukung rupiah dan menurunkan biaya pinjaman terkait," katanya.

Imbal hasil yang rendah telah menghalangi likuiditas mata uang asing untuk kembali ke pasar domestik, kendati Indonesia mengalami surplus neraca dagang sejak awal tahun 2022 dan investasi yang mencetak rekor tertinggi.

"Ada indikasi bahwa kumpulan sektor yang diperlukan untuk mengalihkan pendapatan dari luar negeri kembali ke sistem lokal akan diperluas," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement