Jumat 27 Jan 2023 03:45 WIB

Indonesia Punya Peran Cegah Perang Nuklir

Perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan berpotensi memunculkan perang nuklir.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
 FILE - Presiden Rusia Vladimir Putin memegang teropong saat menonton latihan militer Center-2019 di lapangan tembak Donguz dekat Orenburg, Rusia, pada 20 September 2019. Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperingatkan bahwa dia tidak akan ragu untuk menggunakan senjata nuklir untuk menangkal dari upaya Ukraina untuk merebut kembali kendali atas wilayah yang didudukinya yang akan diserap Moskow.
Foto: AP/Alexei Nikolsky/Pool Sputnik Kremlin
FILE - Presiden Rusia Vladimir Putin memegang teropong saat menonton latihan militer Center-2019 di lapangan tembak Donguz dekat Orenburg, Rusia, pada 20 September 2019. Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperingatkan bahwa dia tidak akan ragu untuk menggunakan senjata nuklir untuk menangkal dari upaya Ukraina untuk merebut kembali kendali atas wilayah yang didudukinya yang akan diserap Moskow.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah mengatakan, Indonesia punya peran untuk mencegah perang nuklir. Menurut Teuku Indonesia bisa berkoalisi dengan Turki, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Gerakan Non Blok untuk membuat resolusi di PBB.

"Indonesia juga bisa berinisiatif untuk berhubungan langsung dengan sekretaris jenderal PBB untuk ajukan resolusi yang cegah perang nuklir," kata Teuku kepada Republika.co.id, Kamis (26/1/2023).

Baca Juga

Menurut Teuku, Indonesia yang saat ini menjadi ketua ASEAN memiliki momentum untuk mengajukan resolusi tersebut. Teuku berharap, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bisa bertolak ke PBB untuk mengajukan resolusi yang mencegah perang nuklir.

"Ini adalah momentum yang pas, sekarang tinggal mau apa engga," kata Teuku. 

Teuku mengatakan, perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan berpotensi menjadi Perang Dunia Ketiga, dan dikhawatirkan muncul perang nuklir. Perang dapat melebar dengan melibatkan China sebagai sekutu Rusia.

Menurut Teuku, China akan 'memainkan' Eropa untuk menguasai Taiwan. Sementara Amerika Serikat (AS) tidak siap untuk perang di dua zona dan negara sekutu mereka sudah tidak lagi kompak. 

"Rusia sangat bergantung pada China, ini bisa melebar ke Perang Dunia Ketiga. Amerika tidak siap perang di dua zona, sementara level teknologi sudah seimbang dan negara sekutu Amerika sudah tidak kompak," ujar Teuku kepada Republika, Kamis (26/1/2023).

Selain itu, menurut Teuku ada kekhawatiran muncul perang nuklir. Terlebih Rusia kerap melontarkan ancaman perang nuklir. 

"Khawatir terjadi perang nuklir. Bahkan nuklir skala kecil saja bisa menghancurkan peradaban dunia," kata Teuku.

Belum lama ini mantan presiden Rusia, Dmitry Medvedev telah memperingatkan NATO bahwa kekalahan Moskow di Ukraina dapat memicu perang nuklir. Medvedev yang menjabat sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia menegaskan, kekuatan nuklir tidak pernah kalah dalam konflik besar.

Medvedev juga mengatakan,  aliansi militer dan pemimpin pertahanan Barat lainnya harus mempertimbangkan risiko kebijakan mereka. Kremlin dengan cepat mendukung pernyataan Medvedev, dengan mengatakan bahwa pernyataan tersebut sepenuhnya sesuai dengan prinsip Moskow. 

Doktrin Moskow mengizinkan serangan nuklir setelah agresi terhadap Federasi Rusia dengan senjata konvensional, ketika keberadaan negara terancam. Keputusan utama Rusia dalam penggunaan senjata nuklir dipegang oleh Presiden Vladimir Putin. Medvedev yang berada di lingkaran terdekat Putin kerap melontarkan ancaman kekuatan nuklir terhadap Barat. Sejak perang di Ukraina meletus pada Februari, Medvedev, menjadi salah satu pejabat yang vokal menentang Barat.

Rusia dan Amerika Serikat merupakan negara dengan kekuatan nuklir terbesar. Keduanya memiliki sekitar 90 persen hulu ledak nuklir dunia.

Menurut Federasi Ilmuwan Amerika, Rusia memiliki 5.977 hulu ledak nuklir, sementara Amerika Serikat memiliki 5.428. Di sisi lain, China memiliki 350 hulu ledak nuklir, Prancis 290 dan Inggris 225.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement