Kamis 26 Jan 2023 08:05 WIB

Indonesia Butuh Investasi di SDM untuk Bermain di Ranah Mobil Listrik

Indonesia diniliai terlamat menyiapkan SDM untuk kendaraan listrik.

Pemilik sekaligus teknisi, Wiwin Vegas memeriksa kabel motor listrik di Bengkel Kastem Mobilijo, Kricak, Yogyakarta, Kamis (12/1/2023). Bengkel kastem khusus motor dan mobil listrik ini berdiri sejak 2010 silam. Harga pembuatan kendaraan listrik ini mulai dari Rp 18 juta hingga Rp 50 juta tergantung modelnya. Kendaraan listrik buatan Mobilijo selain dijual untuk warga lokal Yogyakarta, produk juga sudah dipasarkan ke Jakarta serta Sumatera.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pemilik sekaligus teknisi, Wiwin Vegas memeriksa kabel motor listrik di Bengkel Kastem Mobilijo, Kricak, Yogyakarta, Kamis (12/1/2023). Bengkel kastem khusus motor dan mobil listrik ini berdiri sejak 2010 silam. Harga pembuatan kendaraan listrik ini mulai dari Rp 18 juta hingga Rp 50 juta tergantung modelnya. Kendaraan listrik buatan Mobilijo selain dijual untuk warga lokal Yogyakarta, produk juga sudah dipasarkan ke Jakarta serta Sumatera.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agus Purwadi mengatakan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul merupakan kunci sukses untuk bisa bersaing di ranah mobil listrik. Dibutuhkan setidaknya tujuh sampai dengan 10 tahun untuk membangun SDM berlabel spesialis, kata Agus.

"Saat ini kita pikir Indonesia agak sedikit terlambat dalam mempersiapkan SDM di bidang otomotif khususnya untuk kendaraan listrik," kata Agus Purwadi, Rabu (25/1/2023) malam.

Baca Juga

Untuk menghasilkan SDM yang unggul dalam suatu bidang, Agus juga menambahkan bahwa tidak hanya memberikan ilmu teori-teori dasar kepada para pembelajar. Riset untuk memperdalam pengetahuan di sebuah bidang juga sangat memiliki peran yang penting.

Saat ini, Indonesia dikatakan oleh Agus masih terbilang sangat minim dalam menginvestasikan dana untuk kebutuhan riset terutama di bidang otomotif yang sudah masuk ke ranah elektrifikasi. "Investasi untuk riset itu saya rasa masih kurang, kalau kita lihat negara-negara seperti India, Vietnam dan juga Thailand sudah maju sekali mereka," ucap dia.

"Riset baterai kita itu masih sedikit dan kecil jika dibandingkan dengan negara maju. Terus, riset di bidang komponen motor dan controler itu juga masih sedikit jumlahnya," tambah dia.

Untuk menghindari menjadi "tukang jahit" di negeri sendiri, pemerintah juga sudah mulai membuat super tax deduction kepada industri yang terlibat melakukan pengembangan SDM yang unggul. Hal ini tentunya sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 128 Tahun 2019, dan PMK Nomor 153 Tahun 2020.

"Pemerintah saat ini sudah mulai buat super tax deduction yang menyambungkan dengan industrinya jadi tidak terpisah. Riset juga link ke industri, jadi itu yang harus di didorong dari industri, perguruan tinggi dan juga pemerintah," tegas dia.

Saat ini, investasi dana untuk riset itu pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 100 miliar lebih. Agus bersama dengan kawannya di ITB, mendapat jatah sebesar Rp 15 miliar yang harus dibagi ke enam komponen untuk dilakukan riset.

"Meski begitu kalau berkaca pada China, Indonesia masih tertinggal jauh. China dalam satu komponen bisa menghabiskan miliaran dolar," ucap dia.

Untuk menjangkau ketertinggalan ini, Agus menilai sistem pendidikan di Indonesia harus cepat melihat tren industri yang ada di dunia saat ini. Memulai dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah langkah yang positif untuk menciptakan SDM yang unggul. "Memang kalau untuk menciptakan SDM yang unggul, kita harus start dari SMK sampai perguruan tinggi," tutur dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement