Rabu 25 Jan 2023 17:30 WIB

BKKBN Anjurkan Pemberian Makanan Tambahan Balita dari Posyandu Mengandung Protein Hewani

Makanan protein hewani lebih baik dibandingkan memberikan biskuit atau karbohidrat.

Pemberian makanan tambahan (PMT) yang diberikan pada balita oleh posyandu, harus menggunakan protein hewani dibandingkan memberi biskuit dengan karbohidrat tinggi.
Foto: Prayogi/Republika.
Pemberian makanan tambahan (PMT) yang diberikan pada balita oleh posyandu, harus menggunakan protein hewani dibandingkan memberi biskuit dengan karbohidrat tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menganjurkan agar pemberian makanan tambahan (PMT) yang diberikan pada balita oleh posyandu, harus menggunakan protein hewani dibandingkan memberi biskuit dengan karbohidrat tinggi. "Skenario pemberian makanan tambahan itu ada dalam Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana ini dikelola oleh pemerintah daerah terutama yang kemampuan keuangannya rendah," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui usai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKKBN di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Hasto mengatakan, Presiden RI Joko Widodo, sudah mengarahkan langsung supaya makanan tambahan bagi anak berusia di atas 6 bulan untuk menggunakan produk lokal yang banyak mengandung protein hewani. Sebelumnya, makanan tambahan yang disediakan posyandu berupa biskuit saja. Nyatanya dalam pemantauan percepatan penurunan stunting, Presiden menilai biskuit tidak efisien untuk mencegah stunting pada anak.

Baca Juga

"Arahan Bapak Presiden memberikan produk lokal, tidak pabrikan dan tidak banyak karbohidrat. Ini penting sekali, produk lokal itu tidak mahal. Selemah-lemahnya satu telur sehari sudah baik, lele juga bagus tidak harus beli ikan tuna atau salmon. Beli ikan kembung saja sudah sama kandungannya," katanya.

Hasto menambahkan, pemerintah daerah sudah disediakan DAK untuk memberikan makanan tambahan. Dimana dalam peredaran dana berada dalam pengawasan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di daerah yang terdiri dari wakil kepala daerah, kader PKK, camat dan kepala desa.

Pengawasan di tingkat kecamatan, juga dipantau melalui kewajiban untuk mengadakan mini lokakarya setidaknya sebulan sekali. Sementara di tingkat kabupaten, harus mulai menggencarkan audit kasus stunting setahun dua kali.

Hal lain yang Hasto minta dijadikan perhatian semua pihak adalah pengukuran tumbuh kembang anak di posyandu. Diharapkan 300 ribu posyandu yang dimiliki Indonesia, bisa mempunyai alat ukur seperti antropometrinya masing-masing sehingga mempermudah pendataan dalam metode yang seragam.

"Sebetulnya melalui posyandu itu sebenarnya melalui pengukuran di seluruh Indonesia ini belum seragam. Banyak bupati dan walikota yang protes hasil SSGI yang dilaunching Menkes karena dia merasa angkanya sudah lebih rendah daripada yang dilaunching. Mereka mengukurnya pakai ukuran mereka," katanya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya sudah diperingatkan para ahli, untuk berhenti memberikan biskuit dan mendorong pemenuhan gizi anak lewat protein hewani. Dirinya sudah disarankan untuk mementingkan pemberian protein hewani seperti dari telur, ikan atau ayam. Mengingat salah satu masa rawan terjadi stunting ketika anak sudah berusia lebih dari 6 bulan dan perlu mendapatkan makanan tambahan.

Budi juga mengumumkan berdasarkan data SSGI 2022 angka stunting turun menjadi 21,6 persen, setelah sebelumnya berada pada angka 24,4 persen pada tahun 2021.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement