Komisi II Nilai Masa Jabatan Kades tak Jamin Keberhasilan Pembangunan Desa

Keberhasilan pembangunan desa tidak bergantung dari lamanya masa jabatan Kepala Desa

Selasa , 24 Jan 2023, 18:21 WIB
Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang menanggapi usulan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. (ilustrasi).
Foto: DPR RI
Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang menanggapi usulan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang menanggapi usulan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu poin revisi yang diusulkan adalah perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun pada setiap periode.

Namun menurutnya, alasan pembangunan yang menjadi latar belakang usulan tersebut tidaklah tepat. Sebab, keberhasilan pembangunan desa tidak bergantung dari lamanya masa jabatan seorang kepala desa.

Baca Juga

"Jadi kalau disebut konflik dua tahun, setelah itu konsolidasi dua tahun, dan setelah itu membangun dua tahun tidak cukup, ya ini kan tergantung sebenarnya sebagai pemimpin desa dia harus mampu dan bisa untuk mengatasi itu," ujar Junimart di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (24/1/2023).

"Ya, walaupun dikasih sembilan atau 10 tahun misalnya, ya, itu tidak menjamin juga, tidak menjamin juga," sambungnya.

Dalam UU Desa yang berlaku saat ini, kepala desa memegang jabatan selama enam tahun yang terhitung sejak tanggal pelantikan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 39 Ayat 1.

Selanjutnya, kepala desa dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Periode kepala desa tersebut diatur dalam Pasal 39 Ayat 2.

"Tidak menjamin juga, jadi kalau enam tahun tiga periode, 18 (tahun) sama juga jatuhnya, artinya setelah enam tahun pilkada selanjutnya terpilih kan dia bisa melanjutkan, tapi itu pun semua tergantung pada pemerintah. Dalam pembahasan akademik apakah memang UU Desa ini musti direvisi untuk periodesasi," ujar Junimart.

Komisi II sendiri sudah mengusulkan revisi UU Desa kepada Badan Legislasi (Baleg) untuk menjadi usul inisiatif DPR. Namun tegasnya, revisi tersebut bukan hanya untuk merealisasikan usulan kepala desa tersebut.

"Menyangkut perpanjangan ini kan nanti masuk dalam pembahasan dan masukan masukan dari masyarakat juga, sebagai masyarakat desa, tidak melulu dari kepala desa atau aparat desa itu," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.

Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) tak setuju dengan usulan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang berniat mengubah masa jabat kepala desa (kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun dan dibatasi dua periode. Menurutnya, usulan tersebut tak menguntungkan kades yang saat ini tengah berada di periode keduanya dari aturan yang lama.

Karenanya, APDESI mengusulkan agar masa jabat kades diubah menjadi sembilan tahun dengan maksimal tiga periode. Sehingga seorang kades dapat menjabat selama 27 tahun.

"Ketika misalnya revisi (UU Desa) ini dilakukan, terus yang jabatan enam tahun itu tidak mengikuti (UU yang baru), secara otomatis tidak jadi sembilan tahun, kerugian dong bagi kepala desa," ujar Sekretaris Jenderal APDESI, Anwar Sadat dalam konferensi persnya, dikutip Selasa.

Menurutnya, akan kasihan bagi para kades yang baru menjabat enam tahun di periode pertamanya, lalu berlaku UU Desa baru yang merupakan hasil revisi. Jika ia terpilih kembali, kades tersebut hanya menjabat selama 15 tahun.

Dalam konferensi pers tersebut, ia tak menjelaskan alasan lebih detail terkait usulan maksimal masa jabat kades selama 27 tahun. Kendati demikian, usulan tersebut bukanlah merupakan prioritas dari APDESI.

"Harus digarisbawahi wahai rekan-rekan media, bahwa revisi itu bukan hanya terkait Pasal 39 saja, banyak hal yang lainnya, cuma itu (masa jabat kades) saja yang menjadi gorengan," ujar Anwar.