Selasa 24 Jan 2023 08:01 WIB

BKKBN Ajak Masyarakat Tekan Kasus Remaja Gangguan Mental Emosional

Kasus gangguan emosi harus jadi perhatian guna mewujudkan target Indonesia Emas 2045

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengajak masyarakat ikut menekan kasus remaja dengan gangguan mental emosional (mental emotional disorder) di Indonesia. (ilustrasi).
Foto: Pxhere
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengajak masyarakat ikut menekan kasus remaja dengan gangguan mental emosional (mental emotional disorder) di Indonesia. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengajak masyarakat ikut menekan kasus remaja dengan gangguan mental emosional (mental emotional disorder) di Indonesia.

"Selain angka stunting 24,4 persen di Indonesia, masalah (remaja dengan gangguan mental emosional) ini penting jadi perhatian semua," kata Hasto Wardoyo saat menjadi pembicara kunci dalam acara perayaan HUT ke-76 Megawati Soekarnoputri yang digelar DPC PDI Perjuangan Kota Yogyakarta di Yogyakarta, Senin (23/1/2023) lalu.

Baca Juga

Menurut Hasto, kasus gangguan emosi pada remaja, yang disebut "setengah kopling" penting jadi perhatian agar adanya bonus demografi Indonesia bisa benar-benar mewujudkan target pencapaian Indonesia Emas pada 2045.

"Kondisi remaja kita itu ada yang setengah kopling, fenomena 'klithih' dan lain lain penting diatasi bersama-sama," ujar dia.

Hasto menuturkan, kondisi remaja dengan gangguan mental emosional ini angkanya 6,9 persen pada 2013 menjadi 9,8 persen pada 2018. Kondisi remaja dengan gangguan mental emosional, kata dia, sulit jika memperoleh tanggung jawab, seenaknya sendiri, dan kerap membolos.

"Di Kulon Progo setiap 100 ada 4 sampai 5 orang yang mengalami hal ini. Kalau diberikan pekerjaan tidak selesai," kata mantan Bupati Kulon Progo ini.

Untuk mencegah lahirnya anak atau remaja dengan gangguan mental, menurut dia, perlu disertai pola pengasuhan anak yang baik dan pemberian gizi yang cukup, serta menghindari pernikahan dini.

Ia berharap para remaja tidak berpikir soal pernikahan semata tapi juga berpikir apakah bapak ibunya sehat atau tidak atau berpikir juga pre konsepsi. Hasto mengaku prihatin dan sedih kala mendapatkan informasi behwa ada anak-anak yang hamil di usia muda.

"Saya nangis mengetahui hal begini. Kawin usia muda tidak baik, tidak baik karena panggulnya belum siap, normalnya 10 sentimeter, bisa saja nanti operasi, tapi bagaimana dengan mereka yang ada di daerah terpencil jauh dari faskes dan tenaga ahli dokter spesialis kandungan," kata Hasto Wardoyo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement