Senin 23 Jan 2023 19:34 WIB

Pakar: Rasisme di Eropa Diterjemahkan Jadi Anti-Muslimisme

Rasisme di Eropa saat ini pada dasarnya diterjemahkan menjadi anti-Muslimisme

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Pengunjuk rasa membakar bendera Swedia di depan Konsulat Jenderal Swedia selama protes di Istanbul, Turki, 21 Januari 2023. Politikus sayap kanan Swedia-Denmark Rasmus Paludan diizinkan mengadakan demonstrasi dan membakar salinan Alquran di depan gedung Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada 21 Januari 2023.
Foto: EPA-EFE/ERDEM SAHIN
Pengunjuk rasa membakar bendera Swedia di depan Konsulat Jenderal Swedia selama protes di Istanbul, Turki, 21 Januari 2023. Politikus sayap kanan Swedia-Denmark Rasmus Paludan diizinkan mengadakan demonstrasi dan membakar salinan Alquran di depan gedung Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada 21 Januari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Seorang pakar terkemuka Swedia, Masoud Kamali mengatakan, Islamofobia atau gerakan anti-Islam telah berkembang di Eropa sejak Perang Salib. Pengaruh dan mentalitas Perang Salib dapat terlihat pada saat pertanyaan diajukan terkait Turki menjadi anggota Uni Eropa.

Kamali mengatakan, aspek utama rasisme di Eropa saat ini pada dasarnya diterjemahkan menjadi "anti-Muslimisme". Ini sebuah istilah yang digunakan Kamali untuk Islamofobia.

Baca Juga

"Mengizinkan pembakaran kitab suci umat Islam di depan kedutaan dan menghina Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berkaitan dengan anti-Muslimisme yang telah lazim di Swedia dan Eropa secara keseluruhan sejak Perang Salib," ujar Kamali, dilaporkan Anadolu Agency, Senin (23/1/2023).

Kamali mengatakan, anti-Muslim selalu menjadi bagian dari kebijakan negara-negara Eropa, termasuk Swedia. Menurutnya, penentangan negara-negara Nordik dan negara-negara Eropa lainnya terhadap keanggotaan Uni Eropa dipengaruhi oleh fakta bahwa Turki adalah negara Muslim.

"Saya telah menulis berkali-kali bahwa Turki telah menjadi bagian dari Eropa selama berabad-abad, benar-benar pada saat Anda tidak memiliki sesuatu yang disebut Eropa, Anda hanya memiliki beberapa negara," ujar Kamali.

Dalam bukunya yang berjudul Racial Discrimination: Institutional Patterns and Politics, Kamali membeberkan bagaimana umat Islam digambarkan secara negatif dalam buku sekolah di Swedia, Jerman, Inggris, Prancis, Austria, Polandia, dan Pemerintahan Siprus Yunani. Kamali mengatakan, pembakaran Alquran di Swedia, retorika anti-Muslim rasis oleh politisi sayap kanan seperti Marine Le Pen di Prancis atau Partai Nasional Inggris adalah representasi dari tradisi panjang yang dengan cepat mereproduksi dirinya sendiri oleh sistem pendidikan dan politik di negara-negara Eropa dan sekitarnya.

Menurut Kamali, partai-partai rasis Eropa pada intinya memiliki satu kesamaan yaitu anti-Muslimisme. Kamali mengatakan, ideologi rasis terhadap Muslim adalah bagian dari gagasan besar tentang perang dan pola pikir bahwa orang kulit putih Kristen Eropa harus menyebar dan menduduki seluruh dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement