Kamis 19 Jan 2023 18:30 WIB

'Melawan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan tak Bisa Sendirian'

Kemendikbud sebut melawan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tak bisa sendiri

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Kekerasan Seksual (ilustrasi). Kemendikbud sebut melawan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tak bisa sendiri
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi). Kemendikbud sebut melawan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tak bisa sendiri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menegaskan, upaya memerangi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tak bisa hanya dilakukan sendirian. Perang terhadap perilaku yang tak dapat dipandang sebelah mata tersebut harus dilakukan banyak pihak, khususnya para pemangku kepentingan terkait di lapangan.

"Kekerasan seksual merupakan kekerasan yang paling berdampak bagi korban tetapi paling sulit dibuktikan, sehingga tidak dapat dipandang dengan sebelah mata. Kekerasan seksual menjadi salah satu fokus komitmen Kemendikbudristek dan tentu ini menjadi pekerjaan besar kita bersama," ujar Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbud Ristek, Rusprita Putri Utami, dalam keterangan pers, Kamis (19/1/2023).

Baca Juga

Rusprita kemudian mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi memerangi kekerasan seksual. Tujuannya tak lain adalah untuk menciptakan ruang yang aman bagi seluruh warga di lingkungan satuan pendidikan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan ekosistem pendidikan yang merdeka dari kekerasan dalam bentuk apapun.

"Pemerintah daerah, khususnya dinas pendidikan, pemimpin satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, masyarakat umum, serta kementerian/lembaga terkait, semua memiliki peran dan tanggung jawab untuk penghapusan kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan," kata Rusprita.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Rapat Kerja Bersama Komisi III DPR RI pada Senin (16/1/2022) lalu mengungkapkan, permohonan perlindungan kasus kekerasan terhadap anak meningkat sebesar 25,82 persen pada 2022. Di mana, pada 2021 terdapat temuan 426 kasus dan meningkat pada tahun 2022 menjadi 536 kasus.

Sementara itu, pada 2020, terdapat 88 persen kasus kekerasan seksual yang diadukan ke Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Berdasarkan laporan yang diadukan ke Komnas Perempuan tahun 2015 hingga 2020, 27 persen kasus kekerasan seksual terjadi pada jenjang perguruan tinggi.

Rusprita lebih lanjut menjelaskan, pihaknya telah mengambil langkah strategis dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, khususnya di lingkungan perguruan tinggi, dengan menerbitkan Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Untuk mempercepat implementasi Permendikbudristek dimaksud, telah disusun Pedoman Pelaksanaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 melalui Peraturan Sekretaris Jenderal tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang bisa diakses di https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/peraturan/.

Pedoman tersebut memuat penjelasan prinsip-prinsip pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, panduan pencegahan, panduan teknis pemilihan panitia seleksi (pansel) dan satuan tugas (satgas) pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, borang isian penanganan kekerasan seksual, dan instrumen evaluasi pelaksanaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

Dia menerangkan, dari pemantauan yang dilakukan, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi cukup efektif dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual di perguruan tinggi.

"Terbukti, setelah diterbitkannya Permendikbudristek ini, para korban kekerasan seksual berani berbicara dan melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami, dan beberapa pelaku yang terbukti bersalah telah mendapatkan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan," ujar Rusprita.

Puspeka juga telah mengembangkan modul pembelajaran Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sebagai upaya peningkatan kapasitas mengenai kekerasan seksual, khususnya di lingkungan perguruan tinggi.

Modul tersebut dapat diakses melalui learning management system (LMS) perguruan tinggi oleh mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan. Apabila perguruan tinggi belum memiliki LMS, modul tersebut dapat diakses melalui Sistem Pembelajaran Daring Indonesia (SPADA) Indonesia melalui https://spada.kemdikbud.go.id.

Selain Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, pemerintah juga telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement