Selasa 17 Jan 2023 15:12 WIB

ILO: Cari Pekerjaan dengan Upah Layak Sulit Terjadi pada 2023

Menemukan pekerjaan layak dengan upah yang layak akan sulit terjadi pada 2023.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
World Economic Forum di Davos, Swiss.
Foto: AP Photo/Markus Schreiber
World Economic Forum di Davos, Swiss.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (ILO) mengatakan, menemukan pekerjaan layak dengan upah yang layak pula akan sulit terjadi pada 2023. Hal itu salah satunya dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global.

ILO mengungkapkan, lapangan kerja global hanya akan tumbuh satu persen pada 2023. Angka itu kurang dari setengah tingkat dibandingkan tahun lalu. Jumlah orang yang menganggur di seluruh dunia juga diperkirakan naik tipis menjadi 208 juta orang. Itu sesuai dengan tingkat pengangguran global sebesar 5,8 persen atau 16 juta orang menurut laporan ILO’s World Employment and Social Outlook Trends.

Laporan ILO memperingatkan, perlambatan ekonomi saat ini dapat diartikan banyak pekerja yang harus menerima pekerjaan dengan kualitas lebih rendah. “Seringkali dengan gaji sangat rendah, terkadang dengan jam kerja yang tidak mencukupi,” katanya, Senin (16/1/2023), dikutip laman United Nations News.

Hal tersebut mungkin sudah terjadi di Eropa dan negara maju lainnya sebagai dampak perang Ukraina serta berlanjutnya gangguan rantai pasokan global. Kedua faktor itu menangkal paket stimulus kuat yang diterapkan untuk mengatasi krisis akibat pandemi Covid-19.

“Upah riil yang kami perkirakan untuk tahun 2022 akan turun sebesar 2,2 persen di negara-negara maju dan tentu saja Eropa merupakan proporsi yang signifikan di negara-negara maju, dibandingkan kenaikan upah riil di negara-negara berkembang,” kata Direktur Departemen Riset ILO Richard Samans.

Perkembangan turut dikhawatirkan ILO adalah tentang kemungkinan terhentinya upaya membantu 2 miliar pekerja informal dunia untuk bergabung dalam sektor pekerjaan informal. Hal itu agar mereka dapat memperoleh manfataan perlindungan sosial dan peluang pelatihan.

“Sementara antara tahun 2004 dan 2019 kami mengamati penurunan insiden informalitas secara global sebesar lima poin persentase, sangat mungkin kemajuan ini akan berbalik arah di tahun-tahun mendatang. Ini karena pemulihan pekerjaan, terutama di negara-negara berkembang, sangat condong ke pekerjaan informal,” ujar Asisten Direktur Jenderal ILO untuk Tata Kelola, Hak dan Dialog Manuela Tomei.

Laporan ILO memperingatkan bahwa karena harga naik lebih cepat daripada upah, krisis biaya hidup berisiko mendorong lebih banyak orang ke dalam kemiskinan. Tren ini muncul di atas penurunan pendapatan yang signifikan yang terlihat selama krisis Covid-19, yang paling memengaruhi kelompok berpenghasilan rendah, di banyak negara.

Laporan ILO memperingatkan, karena harga naik lebih cepat daripada upah, krisis biaya hidup berisiko mendorong lebih banyak orang ke dalam kemiskinan. Tren ini muncul di atas penurunan pendapatan secara signifikan yang terlihat selama krisis Covid-19 dan paling memengaruhi kelompok berpenghasilan rendah di banyak negara.

Menurut Manuela Tomei, saat ini sekitar 214 juta pekerja hidup dalam kemiskinan ekstrem. Mereka hidup hanya dengan 1,9 dolar AS atau setara Rp28 ribu per hari. Kemajuan di lini pekerja global terjegal akibat pandemi Covid-19. “Jadi agak tidak mungkin bahwa pada tahun 2030 tujuan yang sangat ambisius untuk menghilangkan kemiskinan dalam segala bentuknya akan tercapai,” ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement