Selasa 17 Jan 2023 13:25 WIB

Menyedihkan, Produsen Utama Makanan Halal Dunia Bukan Negara Muslim

Saat ini nilai perdagangan dalam industri halal tembus 2,2 triliun dolar AS per tahun

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Pengunjung melintas di dekat logo halal saat Festival Halal Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (14/12/2022). BPJPH menggelar Festival Halal Indonesia untuk  mendukung dan berperan serta aktif dalam menumbuhkan ekosistem halal di Indonesia dalam rangka memperingati HUT ke-5 BPJPH. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung melintas di dekat logo halal saat Festival Halal Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (14/12/2022). BPJPH menggelar Festival Halal Indonesia untuk mendukung dan berperan serta aktif dalam menumbuhkan ekosistem halal di Indonesia dalam rangka memperingati HUT ke-5 BPJPH. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski produk halal muncul dari kebutuhan komunitas muslim di dunia, nyatanya negara yang menjadi produsen utama makanan halal bukan dari negara muslim.

Direktur Makanan dan Minuman Halal, Badan Promosi Nasional Malaysia, (Matrade), Remee Yaakub, menuturkan, negara muslim selalu bangga dengan adanya produk halal.

Baca Juga

"Tapi jika anda melihat dalam laporan, anda dapat melihat bahwa lima negara terasa yang memasok makanan halal ke negara-negara OIC adalah negara non muslim," kata Yaakub dalam  Malaysia-Indonesia Halal Forum and Industry Engagement 2023, Selasa (17/1/2023).

Ia mencatat, peringkat utama eksportir produk makanan halal dipegang oleh Brazil dengan nilai 16,5 miliar dolar AS per tahun. Kemudian disusul India senilai 15,4 miliar dolar AS.

Peringkat ketiga diisi oleh Amerika Serikat dengan nilai 13,2 miliar dolar AS. Peringkat keempat dan kelima yakni Rusia dan China masing-masing 12,7 miliar dolar AS dan 9,5 miliar dolar AS.

"Itu adalah sesuatu yang harus kita renungkan. Yang harus kami pelajarai apakah karena kami tidak mampu, tidak tahu, atau tidak memiliki kemampuan untuk benar-benar menangkap peluang," katanya menambahkan.

Melihat peluang bisnis industri halal dunia yang semakin lebar, ia mengatakan, Malaysia bersama Indonesia yang juga cukup aktif dalam pengembangan industri halal harus menjadi mitra strategis.

Terlebih, kebutuhan akan produk halal tidak lagi terbatas pada produk makanan minuman. Namun semakin meluas dari berbagai produk olahan farmasi, hingga sektor jasa seperti keuangan syariah maupun pariwisata ramah muslim.

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Malaysia, Hermono, mengatakan, industri halal menjadi sektor yang mengalami pertumbuhan tercepat dalam 50 tahun terakhir.

Dahulu, topik ekonomi halal hanya terbatas pada makanan dan minuman. Namun kini, terus berkembang hingga ke berbagai produk seperti kosmetik, farmasi, pariwisata, hingga jasa logistik. Ia pun mencatat, saat ini nilai perdagangan dalam industri halal tembus 2,2 triliun dolar AS per tahun.

"Inilah tantangan yang kita miliki di hadapan kita. Bagaimana Indonesia dan Malaysia sebagai negara muslim bisa memanfaatkan potensi yang sangat besar ini dengan tantangan ke depan yang juga sangat besar," kata Hermono dalam forum yang sama.

Ia menuturkan, Malaysia sebagai negara muslim yang besar dengan kemajuan ekonomi halal dapat bekerja sama lebih dengan Indonesia. Di satu sisi, Indonesia saat ini juga tengah fokus dalam melakukan sertifikasi halal produk hingga 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement