Selasa 17 Jan 2023 03:46 WIB

Pangeran Harry Mengaku Idap Agorafobia, Seperti Apa Gejalanya?

Dalam memoar terbarunya, Pangeran Harry mengaku mengidap agorafobia.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Pangeran Harry dari Inggris. Dalam memoarnya, Pangeran Harry mengaku sebagai pengidap agorafobia.
Foto: AP/Stephane de Sakutin/Pool AFP
Pangeran Harry dari Inggris. Dalam memoarnya, Pangeran Harry mengaku sebagai pengidap agorafobia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam memoar perdananya, Spare, Pangeran Harry mengungkapkan bahwa dia harus bergulat mengatasi agorafobia. Ini merupakan gangguan kecemasan yang dapat menyebabkan seseorang takut untuk meninggalkan rumah.

"Saya adalah seorang pengidap agorafobia. Itu hampir mustahil mengingat peran publik saya," tulis Harry dalam memoarnya yang resmi diterbitkan pada 10 Januari 2023, tetapi dirilis lebih awal di Spanyol dan diterjemahkan oleh NBC News.

Baca Juga

Harry mengenang bahwa satu pidato tidak dapat dihindari atau dibatalkan, dan ia hampir pingsan. Dalam buku tersebut, Harry menuliskan bahwa kakak laki-lakinya, Pangeran William, datang ke belakang panggung lalu menertawakannya. Ketika itu, Harry tampak "basah kuyup".

"Dia, dari semua orang. Dia hadir untuk serangan panik pertamaku. Ada Kate juga. Kami berkendara ke pertandingan polo di Gloucestershire dengan Range Rover mereka. Saya di belakang dan Willy menatap saya dari kaca spion. Dia melihat saya berkeringat, muka merah," tulis Harry.

"'Kamu baik-baik saja, Harold?' Tidak, aku tidak baik-baik saja. Itu adalah perjalanan beberapa jam dan setiap beberapa mil saya ingin memintanya untuk menepi agar saya bisa melompat keluar dan mencoba mengatur napas," tulis Harry.

Agorafobia merupakan gangguan kecemasan yang melibatkan ketakutan dan kecemasan yang intens dalam situasi yang membuat pengidapnya akan sulit untuk melarikan diri. Itu termasuk bepergian dengan pesawat atau bentuk transportasi umum lainnya, berdiri dalam antrean, berada di keramaian, pergi ke bioskop atau toko bahan makanan, atau bahkan duduk untuk potong rambut.

Intinya ke tempat mana saja, seseorang akan merasa terjebak dalam perasaan ingin pergi. Agorafobia dulunya lebih dianggap sebagai ketakutan akan ruang terbuka.

"Sekarang kami benar-benar memahaminya sebagai ketakutan dalam ketakutan," kata psikolog Harvard Medical School, Jacqueline Bullis, dilansir Today, Senin (16/1/2023).

Agorafobia lebih menekankan pada ketakutan bahwa mereka akan mengalami gejala yang membuat stres atau panik dalam situasi tertentu, kemudian akan sangat sulit atau sangat memalukan untuk melarikan diri dari situasi itu. Gejala dari ketakutan tersebut dapat berupa diare, muntah, mual, berkeringat, nyeri dada, dan pusing.

Seseorang dengan agorafobia akan berusaha untuk menjaga semuanya tetap tenang dan menghindari aktivitas, seperti olahraga, seks, mengonsumsi minuman berkafein, atau menonton film menakutkan. Sebab, semua aktivitas itu dapat menyebabkan jantung berdebar kencang atau sensasi fisik lain yang menyusahkan mereka atau menimbulkan emosi yang kuat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement