Sabtu 12 Apr 2014 03:00 WIB

Urai Kemacetan dengan E-toll Card

Kepadatan kendaraan di gerbang tol.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Kepadatan kendaraan di gerbang tol.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Kemacetan sudah tak aneh lagi ditemukan di ruas-ruas jalan di ibu kota. Bukan hanya diruas utama, kemacetan juga terjadi di ruas jalan tol.

Padahal jalan tol harusnya berfungsi sebagai jalan bebas hambatan. Jalan tol dewasa ini sepertinya mengalami peralihan fungsi. Fungsi tol yang awalnya ditujukan sebagai jalan alternatif untuk memperlancar lalu lintas di jalan non-tol, kini malah digunakan sebagaian besar pengguna jalan menjadi jalan utama.

Akibatnya, antrian kendaraan pun tak dapat lagi dihindarkan. Terutama ketika memasuki gerbang tol, pengguna jalan non-tol pun ikut kena imbas dari kemacetan tersebut.

Di tahun 2013 ruas jalan tol Jakarta-Cikampek dengan panjang 72 kilometer dilalalui rata-rata sebanyak 490.462 kendaraan setiap hari. Dan sekitar 5-6 kendaraan melalui jalan tol ini setiap detik nya. Sehingga tak heran jika kemacetan pun bisa teradi di jalan tol.

Belum lagi dengan ‘hiburan’ tambahan yang terjadi di jalan tol, seperti kecelakaan beruntun yang menambah panjang ularan kendaraan. Dengan demikian, adanya jalan tol sebagai jalan alternatif, hanya memberikan pilihan kemacetan tanpa motor kepada pengguna jalan.

Demi mengurangi dampak kemacetan, pengelola jalan tol menerapkan Gardu Tol Otomatis (GTO). GTO dijalankan dengan menggunakan kartu elektronik yang secara otomatis memotong saldo.

Jasa Marga sendiri menggandeng Bank Mandiri dalam penyediaan e-toll card untuk pengguna jalan tol. E-toll card di Indonesia pertama kali dikeluarkan oleh Bank Mandiri dan bekerjasama dengan tiga operator, diantaranya PT Jasa Marga Tbk, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk dan PT Marga Mandala Sakti.

Penggunaan e-toll card khusus untuk pembayaran tol di GTO. Pemegang kartu cukup menempelkan kartu pada mesin yang tersedia, kemudian saldo pada e-toll card akan berkurang sesuai tarif tol yang berlaku dan palang gardu akan terbuka secara otomatis. Dengan adanya pembayaran tol non-cash ini diharapkan akan meningkatkan kapasitas penerimaan kendaraan di gardu jalan tol. Sehingga antrian di gardu tol dapat berkurang.

Teknologi yang digunakan oleh e-toll card ini adalah menggunakan Radio-Frequency Identification (RFID) system. Yakni, alat tanpa kabel yang menggunakan frekuensi radio elektromagnetik dengan tujuan secara otomatis mengidentifikasi dan menandai (tag) objek.

Tag tersebut berisi data elektronik yang tersimpan. Sekarang e-toll card sudah bisa digunakan untuk membayar tol di jalan tol lingkar dalam Jakarta, jalan tol Tangerang-Merak, dan jalan tol Prof. Sedyatmo atau jalan tol bandara.

Adapun inovasi lain yang ditawarkan, yaitu e-tollpass. Dengan teknologi ini pemegang kartu cukup memasukkan e-money pada e-tollpass yang dipasang di dalam mobil. Dengan melalui gardu bertanda e-tollpass, pengguna jalan tol tidak perlu berhenti untuk melakukan pembayaran tol.

Dengan kecepatan maksimum  10 kilometer per jam, pemegang kartu masih tetap bisa bertransaksi membayar tol. Transaksi berhasil akan ditandai dengan bunyi “bip” sebanyak 2 kali pada e-tollpass, selanjutnya saldo pada kartu akan berkurang sesuai tarif tol yang berlaku dan palang gardu akan terbuka secara otomatis.

Penerapan teknologi ini diharapkan bisa mengurangi kemacetan yang sering terjadi di jalan tol, terutama ketika memasuki gerbang tol. Selain itu, penggunaan e-toll card atau e-tollpass, bisa mempermudah dan mengurangi risiko pembayaran cash bagi pihak pengelola.

Mengingat dengan pembayaran secara cash, pihak pengelola diharuskan menyediakan uang kembalian sebesar Rp 18 miliar setiap harinya. Dengan jumlah yang cukup besar tersebut memungkinkan banyak risiko yang dapat terjadi.

Walau bagaimana pun, teknologi secanggih apa pun tetap tidak akan berfungsi secara maksimal apabila tidak ada kerjasama dari pengguna jalan. Kemacetan bisa dihindari dengan adanya peran serta dari para pengguna jalan dengan menumbuhkan kesadaran untuk menjaga ketertiban dan mematuhi peraturan lalu lintas.

Penulis: Ayu Lusiani – Universitas Siswa Bangsa Indonesia (USBI)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement