Senin 16 Jan 2023 15:00 WIB

Ribuan Anak Jadi Korban Kekerasan di 2022, Pentingnya Pendidikan Antikekerasan

Anak-anak yang mengalami kekerasan mengalami trauma berkepanjangan.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Gita Amanda
Kekerasan pada anak (ilustrasi).
Foto: wikipedia
Kekerasan pada anak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menekankan pentingnya menyusun strategi dalam memberikan pendidikan anti kekerasan terhadap anak usia dini. Ini karena anak termasuk dalam kelompok yang rentan mengalami kekerasan dan eksploitasi.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada Januari-November 2022 terdapat 1.664 anak berusia kurang dari 6 tahun yang menjadi korban kekerasan.

Baca Juga

"Melihat data tersebut, hal ini memerlukan dukungan berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam pencegahan kekerasan terhadap anak,” ujar Bintang Puspayoga dalam siaran persnya Senin (16/1/2023) saat hadir di Webinar dan Workshop Pendidikan Anti Kekerasan di Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Dia menilai, guru dan orang tua dapat mensosialisasikan nilai-nilai antikekerasan pada anak usia dini dengan berbagai cara. Diantatanta bercerita atau mendongeng, melalui alat permainan, maupun melalui musik.

“Menggunakan berbagai metode yang ada dapat membentuk kepribadian maupun perkembangan emosi anak, sehingga dapat mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak,” kata Menteri PPPA.

Dalam hal penanganan, Kementerian PPPA kata Bintang, telah menyediakan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) sebagai layanan pengaduan dan perlindungan bagi perempuan dan anak.

“Bagi Ibu/Bapak sekalian yang mengalami, mendengar, atau mengetahui kasus kekerasan yang menimpa perempuan maupun anak dapat langsung menghubungi (021) 129 atau melalui Whatsapp 08111-129-129,” katanya

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim menegaskan, satuan PAUD harus menjadi lingkungan belajar yang menyenangkan, inklusif, dan bebas dari segala bentuk kekerasan.

Nadiem menerangkan, kekerasan di lingkungan pendidikan menjadi perhatian utama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, mengingat hal tersebut dapat berdampak buruk terhadap proses belajar anak.

 “Anak-anak yang mengalami kekerasan mengalami trauma berkepanjangan. Akibatnya mereka takut pergi ke sekolah, tidak semangat belajar, dan pada akhirnya kehilangan kesempatan untuk menggapai cita-citanya,” ujar Nadiem

Menurut Nadiem, pihaknya terus mendorong pencegahan dan penanganan 3 dosa besar melalui kampanye edukasi anti kekerasan serta penegakan hukum.

“Pada 2022 kami menangani 6 kasus 3 dosa besar di sejumlah sekolah. Jumlah ini tentunya masih sangat sedikit dibandingkan dengan kasus kekerasan yang terjadi di lapangan. Dalam hal ini, saya membutuhkan kolaborasi kita semua untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan,” kata Nadiem.

Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Warsito menyebutkan, pendidikan anti kekerasan di satuan PAUD harus menjadi komitmen bersama seluruh pihak sebagai upaya menyiapkan generasi emas.

\"Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2022, kurang lebih 11,21 pensen penduduk Indonesia berusia 0 sampai 6 tahun dan ini adalah usia emas yang tentunya hak-hak anak harus terpenuhi, sehingga risiko kerentanan anak masuk ke dalam kategori anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK) akan menurun,” ujar Warsito.

Warsito menerangkan beberapa bentuk kekerasan terhadap anak, seperti eksploitasi ekonomi; eksploitasi seksual; anak menjadi korban pornografi; korban penculikan; dan lain sebagainya.

“Ini semua tentu menjadi bagian konsentrasi dan komitmen kita bersama, sehingga kekerasan baik secara fisik maupun psikis terhadap anak bisa kita hindari karena sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa kita semua, baik Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua bertanggung jawab atas perlindungan anak,” kata Warsito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement