Ahad 15 Jan 2023 18:19 WIB

Kepala Ayahnya Dipenggal, Ali Zainal Abidin Membalas dengan Cara ini

Ali Zainal Abidin dikenal sebagai kekasih Allah yang banyak bersujud.

Sujud saat sholat (ilustrasi)
Foto: Republika
Sujud saat sholat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, 

JAKARTA — Tragedi Karbala pada 680 M menyisakan kesedihan yang tak berujung di kalangan umat Islam. Betapa tidak, dalam tragedi itu, ribuan pasukan Yazid bin Muawiyah tega membantai puluhan rombongan Sayidina Husein bin Ali, cucu kesayangan Rasulullah SAW. Kemudian memenggal kepala cucu Rasulullah dan disimpan beberapa saat oleh Yazid bin Muawiyah.

Sejumlah sahabat menyaksikan Yazid bin Muawiyah memandang kepala Sayidina Husein. Mereka kemudian mengecam Yazid, khalifah penerus Muawiyah yang doyan mabuk.

Peristiwa pembantaian Karbala itu selalu diingat oleh umat Islam dari berbagai zaman. Dan yang harus diketahui adalah meski rombongan Husein dibantai habis, anak sang cucu Rasulullah itu selamat. Namanya Ali, seperti nama sang madinatul ilmi. 

Ketika dewasa, Ali menyadari ayahnya dibantai secara biadab oleh pemerintah yang berkuasa kala itu. Lalu apa yang dia lakukan untuk membalas kebiadaban mereka?

Ayah Ali memang dibantai, tapi Ali memasrahkan, melepas segala kebiadaban yang dialami sang ayah, kepada Allah semata. Sedihkah? Pasti sedih. Tapi sekali lagi, Ali memasrahkan itu kepada Allah.

Kepasrahan itu dia wujudkan dalam bentuk shalat sebanyak-banyaknya. di saat orang larut dalam keduniaan, Ali menghabiskan waktu bersujud. Saking banyaknya bersujud, orang-orang menggelarinya dengan sebutan as-sajjad atau si ahli sujud. 

Kemudian dia juga memperbanyak ibadah horizontal, yaitu membantu orang-orang sekitarnya, terutama dhuafa. Ali memperbanyak sedekah, memberi makan dan bantuan kepada orang-orang lemah. Dia istiqamah dalam kebaikan itu sehingga orang-orang menyebutnya sebagai permata ahli ibadah atau Zainul Abidin....jadilah orang menyebutnya dengan Ali Zainal Abidin as-Sajjad.

Lalu bagaimana Allah menunjukkan kecintaan-Nya kepada Ali? Allah melimpahkan kemuliaan dan kearifan kepada Ali. Saking berlimpahnya kearifan itu, Allah mudahkan segala urusan Ali, khususnya yang berkaitan dengan ibadah.

Suatu ketika dia bertawaf di Masjidil Haram. Di sana terdapat khalifah Muawiyah yang ditakuti dan disegani. Dia berkali-kali melaksanakan tawaf hendak mencium Hajar Aswad tapi tak pernah bisa. Orang-orang yang bertawaf khusyu dan tak mengenali orang itu sebagai khalifah Umayah.

Namun, beberapa saat kemudian, Ali datang. Dia betawaf. Kemudian jamaah membukakan jalan untuk Ali mencium Hajar Aswad. Setiap satu kali tawaf dia mencium Hajar Aswad. Dan itu dia lakukan sampai tujuh kali.

Bingunglah sang khalifah, sampai bertanya-tanya, siapa orang itu. Lalu orang di sana menjawab, bahwa dia adalah permata ahli ibadah, Ali bin Husein bin Ali wa Fatimah Az-Zahra binti Rasulillah.

Begitulah Allah melimpahkan kesabaran kepada Ali, juga menghujaninya dengan karamah sehingga Allah mudahkan segala urusannya.  

Kisah ini dicatat oleh Imam Dzahabi dalam Kitab Siyarul ‘Alam an-Nubala.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement