Ahad 15 Jan 2023 16:43 WIB

Kisah Bangsawan Bertobat dan Namanya Disebut sejak Ratusan Tahun Lalu

Tobat merupakan permulaan untuk meninggalkan kenikmatan dunia dan beralih ke akhirat.

Ilustrasi orang bertobat.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Ilustrasi orang bertobat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangsawaan biasa hidup bergelimang harta. Di sekilingnya pasti ada sejumlah asisten dan pembantu yang membersamainya. Apa kata si bangsawan, maka pasti langsung dikerjakan oleh asisten dan pembantu.

Belum lagi soal harta, mulai dari emas dan permata indah, tersimpan di berangkas. Pakaian mereka adalah yang terbaik, dirajut menjadi kain yang halus dan indah.

Salah seorang bangsawan yang masyhur bernama Ibrahim bin Adham. Kabarnya dia pernah mengenakan pakaian sutra yang mahal. Ketika berjalan, pakaian itu menutupi kakinya dan orang akan tunduk kepadanya.

Suatu ketika, Ibrahim menunggangi kuda yang gagah dan kekar. Saat sampai di suatu tempat, Ibrahim memperhatikan burung gagak mengambil makanan. Lalu terbang. Beberapa saat kemudian, burung itu datang lagi dan terbang lagi. 

Dia perhatikan kemana burung itu pergi. Ternyata ke arah perbukitan. Ibrahim memacu kudanya, mengejar si burung mengepakkan sayap membelah udara. Sampai di dataran tinggi perbukitan, Ibrahim turun dari kudanya. Dia berjalan perlahan untuk mengintai si burung.

Setelah itu, dia menyaksikan si burung tadi menyuapkan makanan dari paruhnya ke mulut orang tak berdaya yang terbaring lemah.

Ibrahim mendatangi orang tersebut. “Mengapa engkau terbaring lemah seperti ini?” tanya Ibrahim. Kemudian orang itu menjawab, “Aku adalah musafir korban perampokan. Semua perbekalanku habis hingga tak ada lagi yang dapat ku lakukan, hingga badanku lemah seperti ini. Alhamdulillah burung ini setia membersamai dan menolongku dengan membawakan makanan dari paruhnya,” kata orang tadi.

Dari peristiwa itu, Ibrahim tersentuh hatinya. Di situ dia memahami bahwa sungguh mahabesar Allah dengan segala kuasa yang dimiliki. Seharusnya orang itu sudah mati. Tapi Allah menyayangi si musafir dan menggerakkan burung untuk membawa makanan dan memberikan asupan gizi kepada si musafir.

Begitulah Allah yang Mahasegala. Jika sudah berkehendak, maka pasti akan terwujud. Jika menyayangi hamba, maka pasti segala kebaikan akan diberikan kepada si hamba tadi.

Sejak itulah Ibrahim menyadari, kekuasaan yang dimilikinya tak ada apa-apa bila dibandingkan kekuasaan Allah. Harta yang dimilikinya, pakaian indah yang dikenakannya, tak bernilai apa-apa di mata Allah, bahwa keindahan itu semua tak membantu meringankan beban orang dhuafa. Dia kemudian banting setir, bertobat sepenuhnya kepada Allah ataas segala dosa dan khilaf yang dilakukan.

Dia meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dia jalani. Kemudian berkelana menjadi sufi dari satu kawasan ke lain tempat. Dia rela menjadi penggembala hewan. Kemudian hidup ala kadarnya dengan segala kekurangan untuk melemahkan dan mempermainkan dunia, sekaligus mempertajam dan memperkaya mata hatinya, sehingga semakin tajam merasakan kehadiran Allah di dekatnya.

Meski sudah ratusan tahun lalu wafat, nama Ibrahim bin Adham selalu disebutkan oleh para sufi dari berbagai zaman, kearifan hidupnya menjadi pelajaran berharga untuk siapa saja yang ingin menggapai kedekatan dengan Allah.

Kisah ini tertulis dalam kitab Mawaizh Ushfuriyah karya Abu Bakar al-Ushfuri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement