Kamis 12 Jan 2023 15:16 WIB
Guru Menulis

Apakah Penyebab Learning Loss Akibat Pembelajaran Jarak Jauh?

Pembelajaran daring menimbulkan kekhawatiran penurunan kualitas siswa.

Sejumlah siswa saat melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran daring memperparah ketidakefektifan dalam proses belajar mengajar.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah siswa saat melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran daring memperparah ketidakefektifan dalam proses belajar mengajar.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd, Dosen Magister Teknologi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta DAN Sisna Linda, S.Pd, Mahasiswa Magister Teknologi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta

Menutup sekolah telah menjadi kebijakan umum dalam pertempuran melawan Covid-19. Pendidikan kemudian dilakukan secara serentak dengan cara daring guna menghindari pola pendidikan tatap muka (luring). Kenyataannya, ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap pendidikan di sekolah berimbas pada kemampuan belajar siswa hingga dapat terjadi learning loss.

Menurut Donnelly & Patrinos, 2021; Engzell et al., 2021, learning loss adalah menurunnya pengetahuan dan keterampilan siswa secara akademis sebagai akibat dari pembelajaran di rumah yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Penangguhan pembelajaran tatap muka di sekolah ini telah menimbulkan kekhawatiran akan penurunan kualitas pengetahuan kognisi, keterampilan vokasi, dan keterampilan sosial yang dimiliki pribadi siswa. Dimulai dari penyampaian materi yang tidak leluasa, kesulitan untuk bertanya ataupun berkonsultasi dengan guru, serta gangguan kelancaran internet. Selain itu, pembelajaran daring oleh guru belum menemukan format yang tepat di banyak sekolah sehingga efektivitasnya masih sering dipertanyakan.

Jika dilihat lebih jauh, tumpuan sistem pendidikan pada tingkat rendah, seperti TK dan SD semua akan beralih ke keluarga, dengan orang tua yang mengawasi proses dalam pembelajaran siswa. Secara singkat, orang tua akan berperan sebagai guru yang mengajarkan materi-materi kurikulum hingga menyelesaikan tugas sekolah. Hal ini sangat tidak mengherankan bila para orang tua mengeluh berperan sebagai guru di rumah karena mengalami banyak kesulitan.

Di lain sisi, pihak sekolah pun merasakan kesulitan dengan keterbatasan dalam memberikan materi ajar kepada siswa. Jam belajar mengajar berkurang, materi pelajaran tidak tersampaikan dengan baik, dan sulitnya mengajar materi yang bersifat praktikum, sehingga hal ini menimbulkan rasa waswas di kalangan pelaku dan pengamat pendidikan.

Dari permasalahan learning loss ini, dikhawatirkan siswa akan mengalami kesulitan belajar setelah masa pandemi Covid-19 usai. Jika kualitas siswa menurun, nantinya akan berimbas pada pembangunan pendidikan secara keseluruhan dan juga dunia kerja. Tidak mengherankan bila muncul saran-saran yang berisikan gagasan untuk memperpanjang lama tahun belajar.

Namun, apakah learning loss yang terjadi pada para siswa ini murni diakibatkan oleh sistem PJJ dan pandemi? Dilihat dari konsep learning loss yang dipakai di Indonesia dan di luar negeri, terdapat perbedaan yang mencolok. Di Indonesia, konsep learning loss hanya dipahami sebagai bentuk penurunan daya kemampuan siswa akibat adanya pandemi Covid-19.

Berdasarkan konsep, learning loss sendiri sebenarnya dapat terjadi karena beberapa hal semisal liburan sekolah, tidak masuk sekolah, pengajaran yang tidak efektif hingga putus sekolah. Sedangkan di luar negeri, konsep learning loss ini adalah suatu kondisi hilangnya atau menurunnya pengetahuan dan keterampilan siswa yang disebabkan kekurangan atau terputus secara berkelanjutan dalam pendidikan.

Jika ditekankan pada konsep learning loss secara menyeluruh di Indonesia, hal ini terjadi akibat dari adanya pengajaran yang kurang efektif. Jika melihat ke belakang sebelum terjadi pandemi, para siswa sudah sering mengalami learning loss yang tidak pernah disadari oleh guru.

Setelah diberlakukannya sistem pembelajaran daring oleh pemerintah justru semakin memperparah ketidakefektifan dalam proses belajar mengajar. Selain karena rendahnya tingkat pemahaman guru tentang teknologi, kebingungan para guru mengenai kebijakan pemerintah yang diambil masih belum relevan dengan realitas di Indonesia. Saat ini hanya ada pengajaran yang berupa soal-soal tanpa adanya pembelajaran terlebih dahulu.

Jadi, apakah ada solusi untuk mengatasi learning loss ini?

Pertama, sekolah harus terus mengembangkan kapasitas siswa dan guru sehingga mampu mengoptimalkan pembelajaran melalui daring. Pelajari banyak pengalaman selama pandemi yang tidak akan hilang ketika keadaan sudah normal. Dari pengalaman tersebut akan tercipta inspirasi dan masukan untuk pengembangan pendidikan ke depannya.

Kedua, pembelajaran selama pandemi difokuskan pada topik dan keterampilan yang esensial dan berguna bagi siswa untuk menempuh pendidikan tingkat lanjut dan dunia kerja. Untuk mewujudkan pembelajaran yang berguna, bukan hanya pada pemahaman materi, melainkan juga penekanan pada makna.

Ketiga, pengembangan kurikulum dan model pelajaran yang membebaskan siswa daripada mengejar nilai karena hal ini justru membuat pribadi siswa menjadi individualis dan tidak peka sosial. Pada kurikulum, sudah seharusnya pelajar dan guru tidak dibebankan pada kurikulum ‘normal’, yang tertuang dalam kompetensi dasar karena hal ini tidak mengalami perubahan sama sekali padahal jam pelajaran mengalami pengurangan yang cukup signifikan.

Keempat, pembelajaran yang mendalam dapat dipahami sebagai proses seseorang agar mampu mengambil manfaat dari yang telah dipelajari dalam suatu situasi dan mampu menerapkannya pada situasi baru (pandemi) atau bisa dibilang sebagai bentuk pembelajaran transformasi. Terakhir atau kelima, diperlukan pengetahuan keterampilan (tool-knowledge) agar bisa secara mandiri, mencari, dan memperoleh ilmu pengetahuan baru.

Di sini guru berperan sebagai pemateri dan motivator bagi siswa guna meningkatkan kualitas pembentukan sikap dan karakter pribadi siswa. Penguasaan ini akan mempermudah siswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru yang mendukung kemampuan belajar mandiri siswa.

Konsep learning loss ini bukan hanya terfokus pada unsur teknologi informasi, melainkan juga membutuhkan penataan ulang kurikulum yang selaras dengan kondisi pada saat ini. Sekolah juga seharusnya lebih membuat siswa lebih siap menghadapi kebebasan dalam mencari ilmu pengetahuan alih-alih hanya mengejar target tugas dan nilai.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement