Senin 09 Jan 2023 21:15 WIB

Pengungsi Rohingya 30 Hari di Kapal Tanpa Makan dan Minum

Diperkirakan total perjalanan para pengungsi Rohingya dari Bangladesh selama 55 hari.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Pengungsi etnis Rohingya berbaris sebelum mendapatkan sarapan pagi di tempat pengungsian sementara yang disediakan oleh Pemerintah Daerah di Ladong, Aceh Besar, Senin (9/1/2023).
Foto: EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Pengungsi etnis Rohingya berbaris sebelum mendapatkan sarapan pagi di tempat pengungsian sementara yang disediakan oleh Pemerintah Daerah di Ladong, Aceh Besar, Senin (9/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH - Terombang ambing di lautan berminggu-minggu membuat pengungsi Rohingya berusaha bertahan hidup tanpa makan dan minum. Para pengungsi nekad melarikan diri dari kamp pengungsi di Bangladesh untuk mendapatkan hidup yang lebih layak.

Tujuan akhir mereka kebanyakan ke Malaysia, namun karena kondisi di kapal tidak memungkinkan, mereka akhirnya terdampar di sekitar pantai Aceh. Achmad Syukur (45 tahun) merupakan salah satu pengungsi Rohingya dari Bangladesh yang terdampar bersama dengan puluhan pengungsi lainnya pada akhir Desember lalu.

"Sekitar 90 orang naik kapal jala dari Bangldesh, 10 hari makan dan minum masih aman, namun selama 30 hari di kapal kami tidak makan dan tidak minum karena kehabisan, dan kadang kami meminum air laut," kata dia di tempat pengungsian di Pidie, Aceh.

Achmad mengatakan, sekurangnya 26 orang meninggal dunia di kapal karena kekurangan makan dan minum. Menurut perhitungannya, hingga hari ini, ia dan pengungsi lain melakukan total perjalanan selama 55 hari.

Kondisi terkini para pengungsi Rohingya mulai membaik. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemerintah daerah serta organiasi internasional pengungsi bekerja sama erat membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar.

Humanitarian Coordinator Yayasan Geutanoe, Nasruddin kepada Republika menyampaikan, bahwa para pengungsi telah mendapat perawatan darurat. Ia dan timnya telah memberikan pertolongan pertama para pengungsi yang terdampar di Pantai Kuala Gigeng Lamnga, Kecamatan Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar akhir pekan lalu.

"Mereka membutuhkan air, dan kami langsung mengerahkan kebutuhan dasar mereka ketika pertama kali mencapai pantai," katanya, Senin (9/1/2023).

Nasruddin (50 tahun) memantau dari dekat ratusan pengungsi yang kini telah ditempatkan sementara di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Rumoh Seujahtera Beujroh Meukarya, fasilitas Dinas Sosial Provinsi Aceh di Desa Ladong, Aceh Besar.

"Tempat tersebut bekas rumah yatim piatu yang kosong, dan saat ini ditempati para pengungsi yang banyak terdiri dari anak-anak," katanya.

Dari hasil penghitungan sementara yang dilakukan oleh aparat keamanan dan instansi terkait lainnya, jumlah mereka yang terdampar adalah 184 orang. Nasruddin mencatat jumlah pengungsi terdiri dari laki-laki dewasa 69 orang, perempuan dewasa 75 orang, dan anak-anak 40 orang.

"Mereka kini beralaskan tikar di tempat pengungsi, kami sebisanya memberikan bantuan untuk alat tempat tidur," kata Nasruddin.

Sementara kebutuhan yang paling di butuhkan adalah obat-obatan, selimut, pakaian, makanan, air minum, pakaian dalam dan alas tempat tidur Hingga kini, kata dia, petugas masih melakukan proses evakuasi para pengungsi etnis Rohingya ke tempat penampungan sementaradi  UPTD Dinas Sosial di Ladong. 

Yayasan Geutanyoe bersama dengan pemerintah akan membantu pengungsi Etnis Rohingya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. "Karena di 2022 yang lalu 5 kali pendaratan dengan jumlah hampir 800 orang Etnis Rohingya di datang ke Aceh sehingga membuat kita kewalahan untuk pendanaan maupun logistik," imbuhnya.

Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Achsanul Habib mengatakan kepada Republika, Senin (9/1/2023), bahwa lima gelombang pengungsi Rohingya tiba di Aceh sejak November tahun lalu. "Jika dihitung dari gelombang November - Januari dengan 5 gelombang, total terdapat 644 orang," kata Achsanul Habib.

Ia mengatakan, Kemenlu bekerja sama dengan Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), Internasional Organization of Migration (IOM), dan LSM lokal membatu para pengungsi yang terdampar. "UNHCR, IOM, dibantu sejumlah LSM fokus tangani di lapangan, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan dasar," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement