Ahad 08 Jan 2023 21:35 WIB

Dicecar karena Ampuni Demonstran, Menteri Kehakiman Cile Mundur

Menteri Kehakiman Cile berikan pengampunan kepada orang-orang terkait kerusuhan 2019.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Polisi berjaga di jalanan kota Santiago, Chile. Menteri Kehakiman Cile Marcela Rios memutuskan mengundurkan diri setelah dianggap melakukan kesalahan karena memberikan pengampunan pada orang-orang yang terkait kerusuhan 2019
Foto: AP
Polisi berjaga di jalanan kota Santiago, Chile. Menteri Kehakiman Cile Marcela Rios memutuskan mengundurkan diri setelah dianggap melakukan kesalahan karena memberikan pengampunan pada orang-orang yang terkait kerusuhan 2019

REPUBLIKA.CO.ID, SANTIAGO – Menteri Kehakiman Cile Marcela Rios memutuskan mengundurkan diri dari jabatannya, Sabtu (7/1/2023). Langkah itu diambil di tengah tudingan yang menganggapnya melakukan kesalahan karena memberikan pengampunan kepada orang-orang terkait kerusuhan tahun 2019.

Presiden Cile Gabriel Boric mengungkapkan, posisi Marcela Rios akan diisi oleh tokoh bernama Cordero Vega yang akan dilantik dalam beberapa hari mendatang. Boric pun menyampaikan terima kasih atas kontribusi Boric selama 10 bulan menjabat sebagai menteri kehakiman.

“Ketika situasi dengan karakteristik ini terjadi dalam politik, kita harus bertanggung jawab,” kata Boric.

Boric mendukung keputusan pengampunan terhadap mereka yang terlibat aksi unjuk rasa berujung kerusuhan pada 2019. Menurutnya, tindakan para tersangka tidak terlalu keji atau kejam. Daftar orang yang diampuni termasuk laki-laki berusia antara 21 dan 38 tahun. Pada 2019, mereka terlibat dalam berbagai aksi kejahatan seperti penjarahan, perampokan, penanganan bom molotov, dan lain-lain.

Namun kubu oposisi menentang pengampunan yang diberikan Marcela Rios pada Desember lalu. Mereka menuduh Rios buruk dalam berkoordinasi dan berkomunikasi. Pada 2019 lalu, gelombang demonstrasi yang dikenal sebagai Estallido Social (Ledakan Sosial) melanda Cile. Unjuk rasa yang awalnya hanya berlangsung di ibu kota Santiago itu menjalar ke seluruh wilayah Cile dan memicu pergolakan sosial-politik.

Aksi protes itu merupakan respons atas kenaikan tarif kereta bawah tanah Santiago Metro. Isu-isu lain seperti pengangguran, tingginya biaya hidup, dan ketimpangan akhirnya ikut diseret dalam pusaran demonstrasi. Unjuk rasa meluas antara Oktober 2019 dan Maret 2020.

Bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan tak terhindarkan. Lebih dari 30 orang tewas. Sejumlah organisasi hak asasi manusia mempertanyakan respons aparat polisi selama demonstrasi di Cile berlangsung. Sebab selain korban tewas, terdapat ratusan pengunjuk rasa yang buta terhantam peluru karet. Sementara puluhan ribu lainnya ditahan.

Presiden Cile Gabriel Boric mengatakan, polisi mendapat dukungan penuh untuk memerangi kejahatan dan menjamin ketertiban umum. Namun Boric pun menentang aksi-aksi yang melanggar hak asasi manusia (HAM). “Supaya jelas, pelanggaran HAM seperti luka mata, serangan seksual, luka parah, bahkan kematian, tidak dapat diterima,” ujarnya ketika warga Cile kembali turun ke jalan untuk memperingati tiga tahun aksi demonstrasi tahun 2019 pada Oktober 2022 lalu.

Gelombang demonstrasi tahun 2019 mereda setelah muncul kesepakatan untuk menyusun konstitusi baru dan datangnya pandemi Covid-19.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement