Rabu 04 Jan 2023 09:26 WIB

Wacana Pencoblosan Partai, Peneliti BRIN Minta MK Konsisten

Sistem pemilu proporsional tertutup menjadi perbincangan.

Ilustrasi petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) melakukan rekapitulasi surat suara Pemilu 2019 di Provinsi Aceh.
Foto: Antara/Ampelsa
Ilustrasi petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) melakukan rekapitulasi surat suara Pemilu 2019 di Provinsi Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sistem pemilu proporsional tertutup menjadi perbincangan menjelang kontestasi demokrasi pada 2024 mendatang. Terlebih, dua kader partai politik tengah mengajukan uji materi atau judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sistem proporsional terbuka, agar menjadi proporsional tertutup. 

Peneliti Pusat Riset Politik-Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Aisah Putri Budiatri, meminta agar MK dapat konsisten atas putusan judicial review pada 2009 silam, yang mana sistem pemilu di Indonesia menggunakan proporsional terbuka. 

Baca Juga

"MK sendiri saya pikir seharusnya konsisten pada keputusannya sendiri yang menetapkan pada judicial review di tahun 2009 dan pada gugatan-gugatan setelahnya bahwa sistem proporsional terbuka sesuai dengan konstitusi," katanya dalam keterangan persnya, Selasa (3/1). 

Tak hanya itu, dia pun meminta agar MK menolak gugatan judicial review. Sebab, menurutnya perubahan sistem pemilu akan berdampak pada kericuhan di ruang publik yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan pemilu 2024. 

"Dengan demikian menurut saya, menolak gagasan kembali ke sistem pemilu tertutup merupakan langkah tepat," imbuhnya. 

Sebagai informasi, sistem proporsional tertutup, pemilih tidak langsung memilih calon anggota legislatif, melainkan partai politik peserta pemilu. Surat suara sistem pemilu proporsional tertutup hanya memuat logo partai politik tanpa rincian nama caleg.

Sementara, calon anggota legislatif ditentukan partai. Oleh partai, nama-nama caleg disusun berdasarkan nomor urut.

Nantinya, calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut. Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2. Adapun sistem pemilu proporsional tertutup pernah diterapkan pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu 1999.

Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak terhadap wacana penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilihan Umum 2024. Sebab sistem tersebut bentuk pengkhianatan bagi demokrasi.

“PSI berpendapat bahwa sistem proporsional terbuka adalah kemajuan esensial dalam demokrasi kita. Kerugian konstitusional yang dikeluhkan justru lebih besar apabila diterapkan sistem proporsional tertutup,” kata Juru Bicara DPP PSI, Ariyo Bimmo dalam keterangan pers diterima, Jumat (30/12).

Dia menambahkan, sebagai seorang calon legislatif, tentunya akan merasa hak konstitusionalnya dilaksanakan secara penuh ketika bisa mengkampanyekan dirinya sebagai individual wakil rakyat. Selain itu, bagi para pemilih akan lebih puas ketika dirinya mencoblos orang yang memang diinginkannya untuk menjadi wakil rakyat.

“Kompetisi antar caleg itu bagus untuk memperkuat sistem merit dalam perekrutan anggota legislatif. Siapa yang punya rekam jejak, pemikiran dan kerja yang bagus, akan dipilih rakyat,” terangnya.

Ariyo memastikan, PSI menjadi partai yang pro Sistem Proporsional Terbuka karena sudah sesuai dengan keinginan pembentuk undang-undang dan tidak memiliki kelemahan konstitusional. Dia meyakini, Mahkamah Konstitusi (MK) dapat konsisten mempertahankan keyakinan yang sama ketika memutus gugatan pemohon yang ingin mengembalikan sistem tertutup.

“Sistem proporsional tertutup meredam perkembangan politisi muda sehingga urut kacang dan nomor sepatu kembali berlaku. Caleg nomor urut 5 ke bawah hampir mustahil mendapatkan kursi sehingga akan berkampanye seadanya,” ujarnya.

Selain menjadi pengkhianatan demokrasi, dia menyebut sistem proporsional tertutup hanya menguntungkan elit partai. Kompetisi kader partai bukan lagi memenangkan pikiran dan hati rakyat, tapi mendekati dan merayu elit partai termasuk, dengan membayar untuk memperebutkan “nomor cantik”, yaitu nomor urut angka satu.

“Sistem proporsional tertutup sangat berpotensi mengkhianati demokrasi kerakyatan. Karenanya, PSI menolak sistem proporsional tertutup,” tegasnya.

Bila diperlukan, kata Ariyo, PSI akan mempertimbangkan mengambil langkah hukum sekiranya uji materi yang sekarang berlangsung di MK mengarah pada dihapuskannya sistem proporsional terbuka.

“PSI akan mengajukan diri sebagai Pihak Terkait dalam permohonan Uji Materi tersebut,” tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement