Selasa 03 Jan 2023 19:15 WIB

Delapan Fraksi di DPR Kecuali PDIP Ingatkan MK Soal Sistem Proporsional dalam Pemilu

Delapan fraksi di DPR menginginkan MK mempertahankan sistem proporsional tertutup.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andri Saubani
Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bola panas pembahasan sistem pemilu untuk 2024 semakin memanas. Selain gugatan ke MK, komentar Ketua KPU menambah kontroversi.

Delapan fraksi partai politik di DPR RI mengeluarkan pernyataan sikap terkait ini. Mulai dari Fraksi Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN dan Fraksi PPP.

Baca Juga

Ketua Fraksi Golkar, Kahar Muzakkir mengatakan, Indonesia patut bersyukur terus mengalami kemajuan dan mencatatkan prestasi di berbagai aspek. Sejak 1998, salah satu perubahan fenomenal terbangun sistem politik demokrasi.

Sampai saat ini, menurut Kahar, sistem demokrasi terus berkembang mencari bentuk semakin ideal seperti kehendak rakyat sebagai yang berdaulat, termasuk pelaksanaan pemilu. Indonesia sudah menjalankan lima kali pemilu selama masa reformasi. Selama itu, terus disempurnakan sistem pemilu yang semakin mendekatkan rakyat dengan pilihan orisinalitasnya.

Indonesia, Kahar melanjutkan, termasuk yang menganut sistem pemilihan langsung. Terutama, dalam pemilihan presiden dan kepala daerah, juga pemilihan legislatif yang semua diatur dalam UUD 1945. Itu pula yang jadi dasar Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008.

"Sejak itu, rakyat diberi kesempatan untuk bisa mengenal, memilih dan menetapkan wakil mereka secara langsung orang per orang. Tidak lagi tertutup, tidak lagi menyerahkan sepenuhnya hanya melalui kewenangan partai politik semata," kata Kahar, Selasa (3/1/2022).

Itulah kemajuan dan karakteristik demokrasi. Perpaduan indah antara keharusan kedekatan rakyat dengan wakilnya dan keterlibatan institusi parpol yang tetap harus dijunjung. Rakyat terbiasa berpartisipasi dengan berdemokrasi seperti itu.

"Oleh karena itu, kemajuan demokrasi kita pada titik tersebut harus kita pertahankan dan malah harus kita kembangkan ke arah yang lebih maju dan jangan kita biarkan setback, kembali mundur," ujar Kahar.

Untuk itu, delapan fraksi partai di DPR menyatakan tiga sikap. Pertama, mereka akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju. Dua, meminta MK untuk tetap konsisten dengan Putusan MK 22-24/PUU-VI/2008.

Dengan mempertahankan Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia. Tiga, mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat UU, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Pernyataan sikap ini ditandatangani pimpinan-pimpinan fraksi. Ada Ketua Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakkir, Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia, Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani dan Sekretaris Fraksi Partai Gerindra Desmond Mahesa.

Ketua Fraksi Partai Nasdem Robert Rouw, Sekretaris Fraksi Nasdem Saan Mustopa, Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal, Wakil Ketua Komisi II Yanuar Prihatin, Ketua Fraksi Demokrat Edhie Baskoro dan Sekretaris Demokrat Marwan Cik Hasan. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay, Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi dan Wakil Ketua Komisi II Syamsurizal. 

Terpisah, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendukung sistem proporsional tertutup digunakan dalam pemilu. Namun, partai berlambang kepala banteng itu akan taat asas dan putusan MK.

"Ketika Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan ya sikap PDI Perjuangan taat asas, kami ini taat konstitusi," ujar Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (3/1/2022).

 

Fraksi PDIP juga menghargai delapan fraksi di DPR yang sudah menyatakan menolak sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Kendati demikian, sistem proporsional tertutup disebutnya memiliki kelebihan ketimbang proporsional terbuka.

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos partai politik, bukan caleg. Di kertas suara hanya terpampang nama partai. Siapa calon yang akan menduduki kursi parlemen ditentukan sepenuhnya oleh partai lewat urutan tertinggi dalam daftar.  

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik ataupun caleg yang diinginkan. Sistem proporsional terbuka ini mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2009.

 

photo
Ilustrasi Jokowi dan Pemilu - (republika/mardiah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement