Selasa 03 Jan 2023 08:39 WIB

Perppu Ciptaker dan Partisipasi Bermakna

Makna partisipasi bersama ketika Perppu Ciptaker terbit

Demorntasri buruk terkait UU CIptaker. (ilustrasi).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Demorntasri buruk terkait UU CIptaker. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Aidul Fitriciada Azhari, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sehari sebelum berakhir tahun 2022, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker). Di dalam konsideransnya disebutkan bahwa perppu tersebut dibentuk sebagai “penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja”, yang sebelumnya sudah dinyatakan “inkonstitusional secara bersyarat selama 2 (dua) tahun” berdasarkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Berdasarkan putusan tersebut, ada dua perintah MK yang harus dilakukan oleh pembentuk UU, yakni: (1) melakukan “perbaikan guna memenuhi cara atau metode yang pasti, baku dan standar, serta keterpenuhan asas-asas pembentukan undang-undang, sebagaimana amanat UU 12/2011, khususnya berkenaan dengan asas keterbukaan harus menyertakan partisipasi masyarakat yang maksimal dan lebih bermakna”; serta (2) “mengkaji kembali beberapa substansi yang menjadi keberatan dari beberapa kelompok masyarakat”. 

Untuk memenuhi perintah putusan MK tersebut, DPR sebagai badan pembentuk UU mengambil inisiatif untuk membentuk UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), terutama untuk mengakomodasi metode omnibus law dan asas partisipasi bermakna (meaningful participation). Dengan diakomodasinya metode omnibus law dalam UU Nomor 13 Tahun 2022, maka pembentuk UU memiliki landasan hukum untuk membentuk UU dengan metode omnibus law, termasuk untuk perbaikan pembentukan UU Ciptaker.

Namun, alih-alih menempuh pembentukan UU secara prosedur biasa, pemerintah mengambil langkah drastis dengan menerbitkan Perppu Ciptaker untuk mengganti UU Ciptaker. Karena merupakan penggantian, Perppu Ciptaker mencabut UU Ciptaker dan menyatakannya tidak berlaku (vide Pasal 185 Perppu Ciptaker). Konsekuensinya, UU Ciptaker yang menjadi objek pengujian secara formil dalam putusan MK sudah tidak ada lagi dan karenanya, status inkonstitusional secara bersyarat terhadap UU Ciptaker sudah gugur dengan sendirinya karena objeknya sudah tidak ada lagi.

Sekalipun demikian, timbul beragam kritik terhadap tindakan pemerintah mengeluarkan Perppu Ciptaker tersebut. Setidaknya ada dua kritik utama yang muncul di tengah publik.  Pertama, tindakan pemerintah tersebut merupakan bentuk kebijakan otoriter dan pembangkangan terhadap konstitusi. Kedua, penerbitan Perppu Ciptaker bertentangan dengan perintah MK untuk memperbaiki proses pembentukan UU Ciptaker berdasarkan asas partisipasi yang bermakna. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement