Senin 02 Jan 2023 21:49 WIB

Partai Buruh Minta Pasal Terkait Hari Libur Pekerja di Perppu Cipta Kerja Dicabut

Partai Buruh menilai ada ketidaksinambungan antarpasal di Perppu Cipta Kerja.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Partai Buruh meminta pasal yang mengatur soal hak libur pekerja di Perppu Cipta Kerja dicabut (ilustrasi).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Partai Buruh meminta pasal yang mengatur soal hak libur pekerja di Perppu Cipta Kerja dicabut (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, meminta pasal mengenai hari libur bagi pekerja yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dicabut dan diperbaiki. Persoalan yang membuat para publik, termasuk buruh, meradang diakibatkan oleh adanya ketidaksinambungan antarpasal dalam Perppu tersebut.

"Sikap Partai Buruh dengan organisasi serikat buruh, menyatakan pasal yang ada di Perppu itu harus dicabut dan diperbaiki. Dengan demikian ada peluang untuk memperbaiki pasal-pasal lain yang diminta, diusulkan, oleh serikat buruh termasuk Partai Buruh kepada pemerintah," ujar Said dalam konferensi pers daring, Senin (2/1/2023).

Baca Juga

Dia menjelaskan, persoalan mengenai satu hari libur dalam sepekan timbul akibat pasal yang berbicara tentang pengaturan cuti dengan pasal yang berbicara tentang pengaturan jam kerja di dalam Perppu Cipta Kerja tidak berkesinambungan. Menurut dia, kecerobohan pembuat Perppu tersebut yang membuat pemerintah dipermalukan.

"Karena ada kontradiktif pasal sebelumnya yang mengatur jam kerja dan pasal selanjutnya yang mengatur waktu istirahat atau yang kita kenal cuti dalam satu tahun," kata dia.

Said menerangkan, di dalam Perppu Cipta Kerja maupun UU Cipta Kerja, pasal pengaturan jam kerja disebutkan, maksimal jumlah jam kerja dalam satu pekan adalah sebanyak 40 jam. Kemudian diatur juga pada ayat berikutnya, bagi yang sehari jam kerjanya delapan jam, maka jumlah hari kerjanya menjadi lima hari dalam sepekan.

"Itu jam kerja. Jadi yang kerjanya perusahan, pabrik, ataupun instansi satu harinya delapan jam, maka hari kerjanya lima hari. Kan totalnya 40 jam kerja dalam sepekan secara prinsip," jelas Said.

Pada ayat berikutnya dituliskan, apabila seorang pekerja atau buruh memiliki jam kerja tujuh jam sehari, maka hari kerja buruh tersebut sebanyak enam hari. Tapi, pada hari keenam jam kerjanya kurang dari tujuh jam untuk memenuhi total jam kerja 40 jam sepekan. Jadi, Said menyebutkan, ada dua skema hari kerja.

Kemudian, pada pasal tentang pengaturan cuti yang terkait dengan cuti dalam satu tahun, terjadi kesalahan yang sebelumnya sudah terjadi di UU Cipta Kerja. Di mana, di dalam Perppu Cipta Kerja disebutkan hanya satu ayat saja, yakni libur dalam satu pekan satu hari untuk pekerja dengan enam hari kerja. Hal itu yang dia sebut keliru.

"Padahal pada pasal sebelumnya sudah disebut. Ada dua model. Kalau dia lima hari kerja dalam satu pekan, maka libur dua hari. Kalau enam hari kerja dalam sepekan, libur satu hari. Di mana hari keenam, enam jam kerja," tutur Said.

Persoalan tersebut, kata Said, sudah organisasi buruh ingatkan sebelumnya. Said menilai, kesalahan itu terjadi akibat sang pembuat Perppu tidak memahami masalah yang ada dan bekerja terburu-buru. Pembuat Perppu Cipta Kerja dia sebut bekerja asal bapak senang (ABS).

"Ini menunjukkan, si pembuat Perppu tidak memahami masalah. Terburu-buru dan hanya asal bapak senang, ABS. Bahwa Perppu sudah dikeluarkan, yang diminta oleh beberapa stakeholder sudah dikabulkan," jelas dia.

Salah satu yang diatur dalam Perppu Cipta Kerja adalah istirahat mingguan atau libur bagi para pekerja. Dalam Pasal 79 Ayat 1 Perppu Cipta Kerja diatur, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti.

Selanjutnya dalam Pasal 79 Ayat 2 huruf a dijelaskan, waktu istirahat antara jam kerja paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.

Lalu dalam Pasal 79 Ayat 2 huruf b berbunyi, "Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu."

 

photo
UU Cipta Kerja masih butuh aturan turunan - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement