Ahad 01 Jan 2023 12:44 WIB

Rusia Izinkan Negara Barat Bayar Utang Gas Pakai Mata Uang Asing

Pelunasan utang gas negara Barat bukan berarti pengiriman dari Rusia kembali aktif.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Operator bekerja di kilang regasifikasi Enagas, kilang LNG terbesar di Eropa, di Barcelona, Spanyol, Selasa, 29 Maret 2022. Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (30/12/2022) menandatangani dekrit untuk mengizinkan negara-negara Barat yang
Foto: AP Photo/Emilio Morenatti
Operator bekerja di kilang regasifikasi Enagas, kilang LNG terbesar di Eropa, di Barcelona, Spanyol, Selasa, 29 Maret 2022. Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (30/12/2022) menandatangani dekrit untuk mengizinkan negara-negara Barat yang "tidak bersahabat" membayar utang bahan bakar dalam mata uang asing.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (30/12/2022) menandatangani dekrit untuk mengizinkan negara-negara Barat yang "tidak bersahabat" membayar utang bahan bakar dalam mata uang asing. Menurut keputusan tersebut, pelunasan hutang negara tidak berarti pengiriman gas Rusia kembali aktif.

Dilaporkan Anadolu Agency, Sabtu (31/12/2022), keputusan tersebut mengubah keputusan sebelumnya yang meminta pembayaran penjualan gas dari negara-negara yang “tidak bersahabat" dalam mata uang Rusia, rubel. Pada 31 Maret, Putin mengatakan, negara-negara yang memberlakukan sanksi terhadap Rusia harus membayar pasokan gas dalam mata uang rubel. Langkah ini diambil setelah mereka membekukan aset mata uang bank sentral Rusia, karena invasi ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari.

Baca Juga

Pada akhir April, perusahaan gas milik negara Rusia, Gazprom menghentikan aliran gas ke Polandia dan Bulgaria karena penolakan mereka untuk membayar tagihan dalam mata uang rubel. Gazprom juga menghentikan pengiriman ke perusahaan energi yang memasok gas ke Finlandia, Belanda, Denmark, Latvia, dan Jerman, dengan alasan mereka tidak mematuhi sistem pembayaran dalam rubel.

Pada November, Rusia dan China sepakat untuk beralih menggunakan mata uang nasional dalam perdagangan gas alam. Kesepakatan ini telah ditandatangani pada awal September lalu.

Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak mengatakan kepada televisi Rossiya 24, pembayaran dalam mata uang nasional mencakup pasokan gas dari Rusia dan penjualan peralatan dari China. Novak menambahkan, kedua negara secara aktif beralih ke pembayaran dalam mata uang nasional  pasokan minyak dan produk minyak bumi.

Dilaporkan Anadolu Agency, Jumat (18/11/2022), Gazprom mengumumkan kesepakatan dengan China National Petroleum Corporation (CNPC) milik negara pada 6 September untuk menggunakan mata uang nasional dalam pembayaran gas alam. Mereka menandatangani perjanjian pembelian dan penjualan gas jangka panjang untuk memasok gas dari Rusia ke China melalui rute di Timur Jauh. 

Gazprom menghadapi pembatasan yang diberlakukan oleh negara-negara Barat pada sistem perbankan Rusia. Namun Rusia mencoba beralih mengganti pembayaran dalam perjanjian internasional dengan mata uang lokal rubel.

Presiden Vladimir Putin menggambarkan negara-negara Barat yang menjatuhkan sanksi kepada Rusia sebagai "negara yang tidak bersahabat". Putin mengatakan, mereka harus membayar pasokan gas dalam rubel.

Gazprom bertujuan untuk meningkatkan pasokannya ke pasar Asia, khususnya Cina, karena ekspor gas alam ke Eropa turun tajam akibat sanksi. Tahun lalu, Gazprom memasok 10,4 miliar meter kubik gas alam ke Cina melalui pipa Power of Siberia, yang memiliki kapasitas gas tahunan sebesar 38 miliar meter kubik.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement