Jumat 23 Dec 2022 09:30 WIB

Wagner Group Rusia Datangkan Senjata dari Korea Utara

Korea Utara menyelesaikan pengiriman senjata awal yang mencakup roket dan rudal.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Senjata anti-pesawat self-propelled Rusia Tunguska mengambil bagian dalam latihan komando dan staf strategis Vostok 2022 di tempat pelatihan Uspenovakyi, di Yuzhno-Sakhalinsk, Timur Jauh Rusia, Rusia, 04 September 2022.
Foto: EPA-EFE/YURI KOCHETKOV
Senjata anti-pesawat self-propelled Rusia Tunguska mengambil bagian dalam latihan komando dan staf strategis Vostok 2022 di tempat pelatihan Uspenovakyi, di Yuzhno-Sakhalinsk, Timur Jauh Rusia, Rusia, 04 September 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih pada Kamis (22/12/2022) mengatakan, perusahaan militer swasta Rusia, Wagner Group, telah menerima kiriman senjata dari Korea Utara. Senjata ini digunakan untuk membantu memperkuat pasukannya saat berperang berdampingan dengan pasukan Rusia di Ukraina.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan, pejabat intelijen Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa Korea Utara menyelesaikan pengiriman senjata awal yang mencakup roket dan rudal pada bulan lalu. Kirby khawatir Korea Utara akan mengirim lebih banyak peralatan militer kepada Wagner Group.

Baca Juga

“Kami menilai jumlah material yang dikirim ke Wagner tidak akan mengubah dinamika medan perang di Ukraina. Tapi kami tentu khawatir Korea Utara berencana mengirimkan lebih banyak peralatan militer," ujar Kirby.

Gedung Putih telah menyatakan kekhawatiran tentang meningkatnya keterlibatan Wagner Group dalam perang di Ukraina. Mereka telah aktif di wilayah Donbas timur. Kirby mengatakan, dalam beberapa kasus pejabat militer Rusia telah menjadi "bawahan komando Wagner."

Kirby mengatakan, AS menilai Wagner memiliki sekitar 50 ribu personel yang bertempur di Ukraina, termasuk 10 ribu kontraktor dan 40 ribu narapidana yang telah direkrut dari penjara. AS menilai, Wagner menghabiskan dana sekitar 100 juta dolar AS sebulan untuk pertempuran itu. Wagner Group dibangun oleh Yevgeny Prigozhin, yang merupakan sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin.

Pejabat pemerintah AS mengatakan, Korea Utara melanggar sanksi AS karena menjual senjata ke kelompok militer swasta. Sementara Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menyebut pengiriman senjata itu "tercela".

"Rusia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memegang hak veto, yang memberlakukan sanksi, sekarang menggunakan senjata yang diperoleh dari Korea Utara dan Iran untuk melanjutkan perang agresinya melawan Ukraina," ujar Thomas-Greenfield.

Thomas-Greenfield mengatakan, pembelian senjata oleh Wagner Group ke Korea Utara berkontribusi pada ketidakstabilan di Semenanjung Korea. Wagner memberikan dana kepada Korea Utara yang dapat digunakan untuk mengembangkan senjata pemusnah massal dan program rudal balistik yang dilarang.

“Rusia tidak hanya membela Korea Utara karena terlibat dalam perilaku yang melanggar hukum dan mengancam, Rusia sekarang menjadi mitra dari perilaku tersebut,” kata Thomas-Greenfield.

Negara-negara Barat dan pakar PBB menuduh Wagner Group atas berbagai pelanggaran hak asasi manusia di seluruh Afrika, termasuk di Republik Afrika Tengah, Libya dan Mali. Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengumumkan, dia telah menetapkan Grup Wagner sebagai "entitas yang menjadi perhatian khusus" terkait aktivitasnya di Republik Afrika Tengah.

Wagner telah menghadapi sanksi AS sejak 2017. Departemen Perdagangan pada Rabu (21/12/2022) meluncurkan pembatasan ekspor baru yang menargetkan Wagner. Langkah ini sebagai upaya untuk membatasi akses Wagner Group ke teknologi dan pasokan.

Korea Utara telah berusaha untuk memperkuat hubungan dengan Rusia. Karena sebagian besar Eropa dan Barat telah menarik diri dari Moskow.

Ketegangan di Semenanjung Korea meningkat karena kekhawatiran tentang program nuklir dan rudal balistik Korea Utara.  Korea Utara telah melakukan serangkaian uji coba senjata. Sementara AS dan Korea Selatan meningkatkan latihan pertahanan bersama. 

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement