Kamis 22 Dec 2022 06:14 WIB

RI Sesalkan Keputusan Taliban Larang Perempuan Afghanistan Berkuliah

RI tegaskan pendidikan adalah hak dasar bagi semua manusia.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Indira Rezkisari
Mahasiswa Afghanistan terlihat di Universitas Mirwais Neeka di Kandahar, Afghanistan, 20 September 2021. Pada Desember 2022, Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan yang dikelola Taliban memutuskan menangguhkan akses bagi kaum perempuan di sana untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Mahasiswa Afghanistan terlihat di Universitas Mirwais Neeka di Kandahar, Afghanistan, 20 September 2021. Pada Desember 2022, Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan yang dikelola Taliban memutuskan menangguhkan akses bagi kaum perempuan di sana untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menyatakan keprihatinan mendalam atas keputusan Taliban melarang kaum perempuan Afghanistan berkuliah. Indonesia meyakini partisipasi perempuan dalam seluruh aspek masyarakat penting untuk mencapai Afghanistan yang damai, stabil, dan sejahtera.

“Indonesia sangat prihatin dan kecewa dengan keputusan Taliban menangguhkan akses pendidikan universitas bagi perempuan di Afghanistan,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) lewat akun Twitter resminya, Rabu (21/12/2022) malam.

Baca Juga

Indonesia menegaskan bahwa pendidikan adalah hak dasar bagi pria dan wanita. “Indonesia terus mendesak Taliban untuk memberikan akses pendidikan tanpa gangguan bagi perempuan,” tulis Kemenlu.

Pada Selasa lalu, Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan yang dikelola Taliban memutuskan menangguhkan akses bagi kaum perempuan di sana untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Penangguhan berlaku hingga terdapat pemberitahuan lebih lanjut.

Amerika Serikat (AS), Inggris, dan PBB segera mengecam serta mengkritik keras keputusan Taliban. “Taliban tidak bisa berharap menjadi anggota komunitas internasional yang sah sampai mereka menghormati hak semua warga Afghanistan, terutama hak asasi manusia dan kebebasan dasar perempuan serta anak perempuan,” kata Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood.

Sementara itu juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Stephane Dujarric menilai penangguhan akses ke universitas bagi perempuan Afghanistan merupakan pelanggaran janji Taliban. "Ini langkah lain yang sangat meresahkan. Sulit membayangkan bagaimana negara dapat berkembang, menghadapi semua tantangan yang ada, tanpa partisipasi aktif perempuan dan pendidikan perempuan," ujar Dujarric, dikutip dari Reuters.

Saat berhasil menguasai kembali Afghanistan pada Agustus tahun lalu, Taliban berjanji akan melindungi dan memenuhi hak-hak dasar kaum perempuan di sana, termasuk di bidang pendidikan. Taliban mengisyaratkan tidak akan menerapkan hukum syariat yang kaku dan ketat seperti saat mereka memerintah Afghanistan pada 1996-2001. Namun hingga kini, alih-alih merealisasikan, Taliban justru mengingkari janjinya dan mengekang hak-hak perempuan Afghanistan.

Sejak berkuasa kembali, Taliban memberhentikan sebagian besar perempuan yang sebelumnya bekerja di lembaga atau instansi pemerintahan. Taliban pun telah melarang perempuan Afghanistan untuk berkunjung ke taman, pasar malam, pusat kebugaran, dan pemandian umum.

Tak hanya itu, Taliban melarang perempuan Afghanistan bepergian sendiri tanpa didampingi saudara laki-laki. Ketika tengah berada di ruang publik, perempuan diwajibkan mengenakan hijab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement