Ahad 18 Dec 2022 16:23 WIB

Ceramah di Sarasehan Mualaf II, Ini Pesan Habib Ali Bahar dalam Belajar Agama

Habib Ali Bahar menekankan pentingnya berguru selama belajar agama

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Ilutrasi belajar agama. Habib Ali Bahar menekankan pentingnya berguru selama belajar agama
Foto: Antara/Makna Zaezar
Ilutrasi belajar agama. Habib Ali Bahar menekankan pentingnya berguru selama belajar agama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Muallaf Center Masjid Agung Sunda Kelapa menyelenggarakan agenda Sarasehan Mualaf II di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, pada Sabtu (17/12/2022). 

Salah satu narasumber yang dihadirkan ialah Habib Ali Hasan Al Bahar,  Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

Baca Juga

Dalam kesempatan, dia menyampaikan pesan kepada para mualaf agar selalu belajar mendalami ajaran Islam melalui bimbingan seorang guru. Sebab, menurut dia, jika mendalami Islam tanpa guru, bisa menimbulkan kekeliruan dalam memahami ajaran agama Islam. 

"Saya ingin mengajak untuk memahami konteks agar kita tidak salah paham. Jangan kita bicara konteks sekarang kemudian yang mau dijadikan sandaran dan objek adalah konteks masa lalu," kata sosok yang juga menjabat sebagai Ketua Lazisnu PBNU ini.  

 

Habib Ali menjelaskan, jika seorang Muslim tidak belajar dengan guru-guru yang memiliki latar belakang dan pendidikan agama yang cukup, bisa terjebak pada kesalahpahaman. Misalnya, ketika mendapat sebuah hadits, langsung mempraktikkannya tanpa bimbingan guru. 

Salah satu contohnya adalah hadits yang berisi bahwa Nabi Muhammad SAW makan dengan tiga jari. Bila hadits ini langsung dipraktikkan tanpa bimbingan guru, bisa dibayangkan bagaimana jika ingin memakan aneka kuliner seperti baso, rawon, mi ayam, atau semacamnya. 

"Jangan mentah mentah dan tidak belajar. Bahaya. Karena yang Nabi Muhammad SAW konsumsi itu kurma. Pas kan tiga jari. Makanya, harus punya guru," tuturnya. 

Baca juga: Eks Marinir yang Berniat Mengebom Masjid Tak Kuasa Bendung Hidayah, Ia pun Bersyahadat

Contoh lain terkait hadits yang isinya menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW saat hujan turun beliau keluar dari rumah, membuka sorbannya, membiarkan sebagian tubuhnya terkena hujan, lalu membaca doa. Hadits tersebut memang benar dari Rasulullah SAW. 

Namun jika seorang Muslim tinggal di Bogor, yang dalam satu hari hujannya bisa berkali-kali, lalu mempraktikkan hadits tersebut secara mentah-mentah tanpa seorang guru, maka yang terjadi justru dia akan sakit. 

"Terus yang disalahkan Nabi Muhammad? Bukan. Ngaji dulu (dengan guru). Siapa yang tidak punya guru, setan siap menjadi guru untuknya. Jadi saya ingin mengajak untuk memahami konteks," kata dia.        

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement