Jumat 16 Dec 2022 15:28 WIB

Soal UU Ekstradisi, Sahroni: Tak Ada Lagi Pelarian untuk Koruptor

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni sebut UU ekstradisi cegah koruptor lari.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menanggapi sahnya Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan atau Treaty Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore for the Extradition of Fugitives. Menurutnya, undang-undang tersebut dapat membawa penegakan hukum menjadi lebih maksimal.

"UU Ekstradisi ini akan membuat pelaksanaan dan penegakan hukum menjadi jauh lebih maksimal. Selain itu, ini juga menunjukkan besarnya bentuk kepercayaan antara kedua negara," ujar Sahroni kepada wartawan, Jumat (16/12/2022).

Singapura diketahui adalah salah satu negara yang menjadi tempat pelarian dan transit bagi pelaku kejahatan, khususnya para koruptor. Adanya Undang-Undang Ekstradisi tersebut, pemerintah Indonesia kini dapat menjemput paksa mereka.

Berdasarkan hasil kesepakatan antara Indonesia dan Singapura, terdapat 31 jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi. Di antaranya adalah tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

"Jika dilihat dari yang sudah-sudah, Singapura ini sering jadi ‘destinasi’ utama para pelaku kejahatan, terutama koruptor. Jadi dengan disahkannya RUU ini, para koruptor harus siap-siap," ujar Sahroni.

"Sudah tidak ada lagi tempat pelarian bagi para pencuri uang negara," sambungnya menegaskan.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. Salah satu agendanya adalah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan atau Treaty Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore for the Extradition of Fugitives, menjadi undang-undang.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menjelaskan, undang-undang tersebut setidaknya akan mengatur tujuh hal yang berkaitan dengan ekstradisi Indonesia-Singapura. Pertama adalah kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi.

"Tindak pidana yang dapat diekstradisikan, dasar ekstradisi, pengecualian wajib terhadap ekstradisi, pengecualian terhadap sukarela ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung, serta pengaturan penyerahan," ujar Yasonna dalam rapat paripurna, Kamis (15/12/2022).

Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional melakukan hubungan dan kerja sama internasional yang diwujudkan dalam perjanjian internasional. Salah satu wujud bentuk kerja sama internasional yang diwujudkan dalam perjanjian ekstradisi.

Ekstradisi sendiri merupakan instrumen penegakan hukum dalam penyerahan setiap orang di wilayah hukum suatu negara kepada negara yang berwenang mengadili untuk tujuan proses peradilan. Maupun pelaksanaan hukuman atau suatu tindak pidana yang dapat diekstradisi.

"Dengan demikian membangun kerja sama internasional dalam bentuk perjanjian ekstradisi adalah upaya pemerintah Republik Indonesia dalam memberikan keadilan dan perlindungan bagi rakyat Indonesia, sekaligus perwujudan peran aktif negara dalam menjaga ketertiban dunia," ujar Yasonna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement